KEPRIBADIAN, NILAI DAN GAYA HIDUP DALAM PERILAKU KONSUMEN
1. PENGERTIAN KEPRIBADIAN
Kepribadian didefinisikan sebagai ciri-ciri kejiwaan dalam
diri yang menentukan dan mencerminkan bagaimana seseorang berespon terhadap lingkungannya.
Penekanan dalam definisi ini adalah pada sifat-sifat dalam diri atau
sifat-sifat kewajiban yaitu kualitas, sifat, pembawaan, kemampuan mempengaruhi
orang dan perangai khusus yang membedakan satu individu dari individu lainnya.
Kepribadian cenderung mempengaruhi pilihan seseorang terhadap produk.
Sifat-sifat inilah yang mempengaruhi cara konsumen merespon usaha promosi para
pemasar, dan kapan, di mana, dan bagaimana mereka mengkonsumsi produk dan jasa
tertentu. Karena itu, identifikasi
teerhadap karakteristik kepribadian khusus yang berhubungan dengan perilaku
konsumen sangat berguna dalam penyusunan strategi segmentasi pasar perusahaan.
Sifat-sifat Dasar Kepribadian :
1) Kepribadian mencerminkan perbedaan individu
Karena karakterisitik dalam diri yang memebentuk kepribadian
individu me rupakan kombinasi unik berbagai faktor, maka tidak ada dua individu
yang betul-betul sama. Kepribadian merupakan konsep yang berguna karena
memungkinkan kita untuk menggolongkan konsumen ke dalam berbagai kelompok yang
berbeda atas dasar satu atau beberapa sifat.
2) Kepribadian bersifat konsisten dan bertahan lama
Suatu kepribadian umumnya sudah terlihat sejak manusia
berumur anak-anak , hal ini cenderung akan bertahan secara konsisten membentuk
kepribadian ketika kita dewasa. Walaupun para pemasar tidak dapat merubah
kepribadian konsumen supa ya sesuai dengan produk mereka, jika mereka
mengetahui, mereka dapat berusaha me narik perhatian kelompok konsumen yang
menjadi target mereka melalui sifat-sifat relevan yang menjadi karakteristik
kepribadian kelompok konsumen yang bersangku tan. Walaupun kepribadian konsumen
mungkin konsisten, perilaku konsumsi mereka s ering sangat bervariasi karena
berbagai faktor psikologis, sosiobudaya, lingkung an, dan situasional yang
mempengaruhi perilaku.
3) Kepribadian dapat berubah
Kepribadian dapat mengalami perubahan pada berbagai keadaan
tertentu. Karena adanya berbagai peristiwa hidup seperti kelahiran, kematian,
dan lain sebagainya. Kepribadian seseorang berubah tidak hanya sebagai respon
terhadap berbagai peristiwa yang terjadi tiba-tiba, tetapi juga sebagai bagian
dari proses menuju ke kedewasaan secara berangsur-angsur.
2. TEORI KEPRIBADIAN
2.1 Teori Freud
Teori ini dibangun atas dasar pemikiran bahwa kebutuhan atau
dorongan yang tidak disadari, terutama dorongan seksual dan dorongan biologis
lainnya, merupakan inti dari motivasi dan kepribadian manusia. Didasarkan
kepada analisisnya , Freud mengemukakan bahwa kepribadian manusia terdiri dari
3 sistem yang saling mempengaruhi yaitu id, superego, dan ego.
Id dirumuskan sebagai “gudang” dari berbagai dorongan
primitif dan impulsif berupa kebutuhan fisiologis dasar seperti rasa haus,
lapar, dan seks yang diusahakan individu untuk segera dipenuhi, terlepas dari
bagaimana cara yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan itu.
Sedangkan superego dirumuskan sebagai pernyataan diri
individu mengenai moral dan kode eti k yang berlaku di dalam masayarakat. Peran
superego adalah menjaga agar individu tersebut memuaskan kebutuhan dengan cara
yang dapat diterima masyarakat.
Terakhir, yaitu ego, merupakan pengendalian individu secara
sadar. Fungsinya sebagai p emantau dalam diri manusia yang berusaha
menyeimbangkan tuntutan id yang impulsi f dengan kendala sosial buadaya atas
superego.
Freud juga menekankan bahwa kepribadian individu dibentuk
ketika ia mela lui beberapa tahap khas perkembangan bayi dan masa kanak-kanak.
Tahap-tahap ini terdiri dari tahap oral, anal, phallic, laten, dan genital.
Menurut teori Freud, kepribadian orang dewasa ditentukan oleh seberapa baik dia
menghadapi krisis ya ng dialami selama melalui setiap tahap ini.
Para peneliti yang menerapkan teori psikionalitis Freud pada
studi kepribadian konsumen percaya bahwa dorongan pada manusia sebagian besar
tidak disadari dan bahwa para konsumen terutama tidak menyadari alasan mereka
yang sebenarnya atas pembelian suatu jenis barang / jasa tertentu. Para
peneliti ini cenderung memandang bahwa pembelian konsumen dan kepemilikan
barang oleh konsumen sebagaicerminan dari kepribadian individu yang
bersangkutan.
2.2 Teori Kepribadian Neo-Freud
Penganut Neo-Freud percaya bahwa hubungan sosial menjadi
dasar pembentukan dan pengembangan kepribadian. Alfred Adler memandang manusia
berusaha supaya
dapat mencapai berbagai sasaran yang rasional yang
disebutnya gaya hidup. Dia juga banyak menekankan pada usaha individu untuk
mengatasi perasaan rendah diri. Harry Stack Sullivan menekankan bahwa manusia
terus menerus berusaha membangun hubungan yang berarti dan bermanfaat dengan
orang lain. Ia terutama tertarik pada
berbagai usah individu untuk mengurangi tekanan, seperti
kegelisahan. Karen Horney juga memfokuskan pada pengaruh hubungan anak-orang
tua, dan keinginan individu untuk mengatasi perasaan gelisah.
Banyak pemasar menggunakan teori Neo-Freud ini secar
intuitif. Misalnya jika seorang pemasar ingin memposisikan produk mereka
sebagai produk yang memberikan kesempatan menjadi bagian dan dihargai orang
lain dalam lingkkungan kelompok / sosial tertentu, maka pemposisian produk
tersebut berdasarkan pengggambaran karakterisitik individu yang yang patuh
menurut Horney.
2.3 Teori Sifat
Teori sifat merupakan awal penting berpisahnya dari
pengukuran kualitatif yang menjadi ciri khas gerakan pengikut Freud dan
Neo-Freud. Orientasi Teori Sifat terutama bersifat kuantitatif / empiris. Teori
ini memfikuskan pada pengukuran kepribadian menurut karakteristik psikologis
khusus yang disebut sifat. Sifat didefinisikan sebagai cara yang khas dan
relatif bertahan lama yang dapat membedakan seorang individu dari individu
lain. Tes sifat kepribadian tunggal yang dipilih (yang hanya mengukur satu
sifat) sering disusun terutama untuk dipakai dalam studi perilaku konsumen.
Tes kepribadian ini mengukur berbagai sifat seperti
keinovatifan konsumen (seberapa besar kemauan seseorang untuk menerima berbagai
pengalaman baru), materialisme konsumen (tingkat kecenderungan konsumen pada
“kepemilikan duniawi”), dan etnosentrisme konsumen (kemungkinan konsumen untuk
menerima/ menoilak berbagai produk buatan luar negeri). Para peneliti sifat
telah menemukan bahwa biasanya lebih realistis mengharapkan kepribadian
berhubungan dengan cara konsumen membuat pilihan mereka atas konsumsi golongan
produk yang luas, bukan atas merk tertentu.
3. KEPRIBADIAN DAN MEMAHAMI PERBEDAAN KONSUMEN
3.1 Keinovatifan konsumen dan sifat kepribadian yang berkaitan
Para praktisi pemasaran berusaha mempelajari semua yang
dapat mereka pelajarai mengenai invator konsumen karena respon pasar para
inovator konsumen sering menjadi petunjuk atas faktor-faktor yang akhirnya akan
menentukan sukses tidaknya produk / jasa baru tertentu. Inovator konsumen yaitu
mereka yang cenderung menjadi orang pertama mencoba berbagai produk, jasa atau
praktik baru.
Sifat kepribadian yang berguna untuk membedakan anatar
inovator konsumen
dan bukan inovator meliputi sifat-sifat konsumen sebagai
berikut:
-Keinovatifan
Para peneliti konsumen telah berusaah menyusun instrumen
pengukuran untuk menaksir tingkat keinovatifan konsumen, karena ukuran sifat
kepribadian tersebut memberikan wawasan yang penting mengenai sifat dan
batas-batas kesediaan konsumen untuk berinovasi.
-Dogmatisme
Dogmatisme adalah sebuah sifat kepribadian yang mengukur
tingkat kekakuan (versus keterbukaan) yang ditunjukkan individu terhadap hal
yang belum dikenal dengan baik dan terhadap informasi yang berlawanan dengan
kepercayaan mereka yang sudah mendalam.
-Karakter Sosial
Karakter sosial adalah sifat kepribadian yang berkisar dari
pengarahan diri sendiri dan pengarahan oleh orang lain. Para konsumen yang
diarahkan oleh diri sendiri cenderung menyandarkan pada nilai-nilai / standar
dalam diri mereka sendiri dalam menilai berbagai produk barudan berkemungkinan
menjadi konsumen inovator. Mereka cenderung tertarik pada tipe pesan promosi
yang berbeda terutama iklan yang menkankan sifat-sifat produk dan manfaat
pribadi. Sedangkan poara konsumen yang diarahkan oleh orang lain cenderung
mencari petunjuk dari orang lain mengenai apa yang betul dan apa yang salah.
Mereka cenderung menyukai iklan-iklan yang menonjolkan lingkungan masyarakat /
penerimaan masyarakat yang disetujuinya. Jadi,para individu yang diarahkan oleh
orang lain mungkin lebih mudah dipengaruhi.
1. Tingkat
stimulasi optimum (TSO) : Tingkat stimulasi optimum(TSO) berkaitan dengan
kesediaan yang lebih besar untuk mengambil resiko, mencoba berbagai produk
baru, menjadi inovatif, mencari informasi yang berhubungan dengan pembelian,
dan menerima fasilitas eceran yang baru daripada TSO yang rendah. Skor TSO juga
kelihatan mencerminkan tingkat stimulasi gaya hidup yang diingini seseorang.
Sebagai contoh, para konsumen yang gaya hidup sebenarnya sama dengan skor TSO
mereka kelihatan sangat puas, sedangkan orang-orang yang gaya hidupnya kurang
memperoleh stimulasi, mungkin pemborosan. Sedangkan mereka yang mempunyai gaya
hidup yang berlebihan, mungkin mencari ketenangan atau kelegaan. Hal ini
menunjukkan bahwa hubungan antara gaya hidup konsumen dan TSO mereka mungkin
mempengaruhi pilihan mereka akan produk dan jasa serta cara mereka mengatur dan
menggunakan waktu mereka.
2. Pencari
Variasi - Kesenangan Baru : Ada berbagai tipe konsumen pencari variasi :
perilaku pembelian yang bersifat penyelidikan ( misalnya berpindah merek untuk
mengalami berbagai pilihan baru dan mungkin alternatif yang lebih baik),
penyelidikan pengalaman orang lain (misalnya memperoleh informasi mengenai
pilihan baru atau berbeda dan kemudian memikirkan atau merenungkan pilihan
tersebut), dan keinovatifan pemakaian ( menggunakan produk yang sudah bisa
dipakai dengan cara baru). Para pemasar sampai tingkat tertentu diuntungkan
jika menawarkan berbagai pihan tambahan kepada para konsumen yang lebih mencari
variasi produk, karena konsumen yang mempunyai kebutuhan yang tinggi akan
variasi cenderung mencari pasar yang menyediakan berbagai lini produk. Namun
jika produk yang ditaearkan terlalu banyak memiliki keistimewaan, konsumen
mungkin akan berpaling dan menghindari lini produk yang mempunyai terlalu
banyak variasi. Akhirnya parapemasar harus menempuh jalan yang tepat, yaitu
jangan terlalu banyak, dan jangan terlalu edikit pilihan yang ditawarkan kepada
konsumen.
3.2 Faktor Kepribadian Kognitif
Kepribadian kognitif mempengaruhi berbagai aspek perilaku
konsumen. Khusunya – dua sifat kepribadian kognitif – kebutuhan akan kognisi
dan orang-orang yang suka visual (pengamat) versus orang-orang yang suka verbal
(kata-kata)
Kebutuhan Akan Kognisi : Kebutuhan ini mengukur kebutuhan
atau kesenangan seseorang untuk berpikir. Konsumen yang tinggi Kknya mungkin
lebih responsif terhadap bagian iklan yang banyak memuat informasi atau
dekripsi yang berhubungan dengan produk. Konsumen yang relatif rendah Kknya
mungkin lebih tertarik pada latar belakang atau aspek di sekitar iklan, seperti
model yang menarik atau selebriti yang terkenal.
Riset kepribadian kognitif menggolongkan konsumen ke dalam
kelompok orang yang suka visual ( konsumen yang lebih menyukai informasi visual
dan produk yang menekankan pada penawaran visual, seperti keanggotaan dalam
klub videotape) dan orang yang suka verbal ( konsumen yang lebih menyukai
informasi dan produk tertulis atau verbal, seperti keanggotaan dalam klub buku
atau klub audiotape). Beberapa pemasar menekankan dimensi visualyang kuat untuk
menarik orang yang suka visual, yang lain mengajukan pertanyaan dan memberikan
jawaban, atau menonjolkan uraian atau penjelasan yang terinci untuk menarik
perhatian orang yang suka verbal.
3.3 Dari Materialisme Konsumen Samapai Ke Konsumen Yang
Kompulsif
Materialisme Konsumen : Materialisme sebagai sifat
kepribadian membedakan antara individu yang menganggap kepemilikan barang
sangat penting bagi identitas dan kehidupan mereka, dan orang-orang yang
menganggap kepemilikan barang merupakan hal yang sekunder. Ciri-ciri orang yang
materialistis yaitu : (1) mereka sangat menghargai barang-barang yang dapat
diperoleh dan dapat dipamerkan; (2) mereka sangat egosentris dan egois;(3)
mereka mencari gaya hidup dengan banyak barang ( misalnya mereka ingin
mempunyai berbagai barang, bukannya gaya hidup yang teratur dan sederhana
saja); (4) kebanyakan milik mereka tidak memberikan kepuasan pribadi yang lebih
besar (maksudnya barang-barang milik mereka tidak memberikan kebahagiaan yang
lebih besar).
Perilaku Konsumen yang Mendalam
Diantara materialisme dan desakan untuk membeli atau
memiliki terdapat gagasan keterikatan yang mendalam dalam mengkonsumsi atau
memiliki. Seperti materialisme, perilaku konsumsi yang mendalam termasuk
perilaku yang normal dan diterima secara sosial. Para konsumen yang berperasaan
mendalam tidak merahasiakn barang-barang atau pembelian barang yang diminatinya
sebaliknya mereka sering mempertunjukkannya, dan keterlibatan mereka secara
terbukadilakukan bersama-sama orang lain yang mempunyai minat yang sama. Dalam
dunia kolektor serius, terdapat berjuta-juta konsumen yang medalam ang berusaha
memenuhi minat mereka dan menambah koleksi mereka. Karakteristik konsumen yang
mendalam yaitu : (1) minat yang dalam (mungkin penuh gairah) terhadap barang
atau golongan produk tertentu (2) kesediaan untuk bepergian jauh dalam rangka
menambah contoh-contoh barang atau golongan produk yang diminati, dan (3)
dedikasi untuk mengorbankan uang dan waktu yang banyak secara bebas untuk
mencari barang atau produk tersebut. Bagi konsumen yang menda lam, bukan hanya
muncul keterlibatan yang berjangka panjang atas golongan barang itu sendiri
tetapi juga intensifnya keterlibatan atas proses memperoleh barang itu (
kadang-kadang disebut perburuan).
Perilaku Konsumsi yang Kompulsif : Konsumsi yang kompulsif
termasuk perilaku yang abnormal yang merupakan contoh ”sisi gelap konsumsi”.
Para konsumen yang kompulsif cenderung kecanduan; dalam beberapa hal mereka
tidak dapat mengendalikan diri, dan tindakan mereka dapat berakibat merusak
diri sendiri dan orang-orang di sekeliling mereka. Contohnya adalah berjudi yang
tidak dapat dikendalikan, kecanduan obat bius alkoholisme, dan berbagai
penyimpangan makanan dan minuman. Untuk mengendalikan atau menghilangkan
masalah kompulsif tersebut biasanya diperlukan beberapa tipe terapi atau
perlakuan klinis.
4. KEPRIBADIAN MERK
Kepribadian merk menghubungkan berbagai sifat atau
karakteristik ”mirip-kepribadian” pada berbagai merk di berbagai macam golongan
produk. Citra merek yang mirip kepribadian seperti itu mencerminkan visi
konsumen mengenai intisari dari berbagai merek produk konsumen yang kuat.
Personifikasi Merk : Personifikasi merek yaitu berusaha
menuangkan kembali persepsi konsumen mengenai sifat-sifat produk atau jasa
”karakter manusiawi”. Banyak konsumen yang menyatakan perasaan diri mereka
mengenai produk atau merek menurut kepribadian yang mereka kenal. Mengenali
hubungan kepribadian merek konsumen sekarang ini atau menciptakan hubungan
kepribadian untuk produk baru merupakan tugas pemasaran yang penting. Mr.
Coffee, merek alat pembuat kopi yang populer dan menetes secara otomatis
menggambarkan hubungan konsumen-merek. Para konsumen menyebut Mr.Coffee
seolah-olah produk tersebut adalah seseorang. Jadi Mr.Coffee dipandang sebagai
seseorang yang dapat diandalkan, bersahabat, efisien, cerdas, dan hebat. Ada
lima dimensi yang menentukan kepribadian merek yaitu ketulusan, kegairahan,
kemampuan, kecanggihan, dan kekuatan, dan segi-segi kepribadian yang mengalir
dari tiap dimensi seperti ketulusan hati, keberanian, cerdas, dan luwes.
Kerangka ini cenderung menampung berbagai kepribadian merek yang dikejar oleh
berbagai produk konsumen.
Kepribadian Produk Dan Gender : Kepribadian produk atau
pesona sering melengkapi produk atau merek dengan gender. Pemberian gender
sebagai bagian dari gambaran kepribadian produk sesuai sekali dengan realitas
pasar bahwa produk dan jasa, pada umumnya dipandang oleh konsumen mempunyai
gender. Misalnya kopi dan pasta gigi merupakan produk maskulin, sedangkan sabun
mandi dan shampo dipandang sebagai produk feminin.
Kepribadian Dan Warna : Konsumen tidak hanya mengaitkan
sifat-sifat kepribadian ke produk dan jasa tetapi mereka juga cenderung
menghubungkan berbagai faktor kepribadian ke berbagai warna khusus. Contohnya,
Coca Cola dihubungkan dengan merah yang mengandung arti kegembiraan. Kuning dihubungkan
dengan sesuatu yang baru, dan hitam sering mengandung arti kecanggihan.
Kombinasi hitam dan putih menunjukkan bahwa produk dibuat dengan teliti,
berteknologi tinggi, dan desainnya canggih. Nike menggunakan warna hitam,
putih, dan sedikit merah untuk berbagai model sepatu olahraganya yang terpilih
yang secara tidak langsung menyatakan ”sepatu olahraga berkinerja tinggi”.
Untuk mengungkapkan pandangan tersebut, para peneliti menggunakan berbagai
macam teknik pengukuran kualitatif,seperti observasi, kelompok fokus, wawancara
yang mendalam, dan teknik proyektif.
5. DIRI DAN CITRA DIRI
Citra diri atau persepsi mengenai diri sangat erat
hubungannya dengan kepribadian, di mana orang cenderung membeli produk dan jasa
serta menjadi pelanggan perusahaan ritel yang mempunyai citra atau kepribadian
yang cocok dengan citra diri mereka sendiri.
Satu Atau Banyak Pribadi : Secara historis, individu
dianggap mempunyai ciri-diri tunggal dan tertarik, sebagai konsumen, pada
produk dan jasa yang dapat memuaskan pribadi yang tunggal itu. Tetapi akan
lebih tepat menganggap bahwa konsumen mempunyai banyak pribadi. Konsumen
tunggal mungkin bertindak sangat berbeda terhadap orang lain yang berbeda-beda
dan dalam keadaan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, seseorang mungkin akan
berperilaku dengan cara yang berbeda kepada orang tua, di sekolah, di kantor,
menunjukkan kepribadian atau peran yang berbeda-beda sesuai situasi yang
dihadapi. Gagasan bahwa seseorang individu mewujudkan sejumlah pribadi yang
berbeda meminta para pemasar supaya membidik produk dan jasa mereka kepada
konsumen dalam konteks pribadi yang khusus dan dalam kasus-kasus tertentu,
pilihan produk yang berbeda untuk diri yang berbeda.
Susunan Citra Diri
Produk dan merk mempunyai nilai simbolis bagi para individu
yang menilainya atas dasar konsistensi ( kesesuaian ) dengan citra pribadi
mereka sendiri. Pada umumnya, orang percaya bahwa konsumen berusaha memelihara
atau meningkatkan citra diri mereka dengan memilih produk atau merk yang
mempunyai citra atau kepribadian yang mereka yakini sesuai dengan citra diri
mereka sendiri dan menghindari produk yang tidak sesuai. Riset menunjukkan
bahwa para konsumen yang mempunyai hubungan yang kuat dengan merk-merk khusus –
hubungan pribadi – merk yang positif – memandang merk tersebut sebagai mewakili
aspek tertentu dalam diri mereka.
Beberapa ragam citra-diri sebagai berikut:
1. Citra-diri
aktual, yaitu bagaimana konsumen memandang diri mereka dalam kenyataanya.
2. Citra-diri
ideal, yaitu bagaimana konsumen ingin memandang diri mereka.
3. Citra-diri
sosial, yaitu bagaimana konsumen merasa orang lain memendang mereka.
4. Citra-diri
sosial ideal, yaitu bagaimana konsumen ingin dipandang oleh orang lain.
5. Citra-diri
yang diharapkan, yaitu bagaimana konsumen diharapkan memandang diri mereka di
waktu tertentu di masa yang akan datang.
Citra diri yang diarapkan berada di antara citra diri aktual
dan citra diri idea
l, yang merupakan kombinasi yang berorientasi ke masa depan
antara ”apa adanya”(citra diri aktual) dan ”menjadi” apa yang diingini konsumen
(citra diri ideal)sehingga dijadikan pedoman untuk merancang dan mempromosikan
produk. Konsep citra diri mempunyai implikasi strategis bagi para pemasar yaitu
dengan membagi pasar mereka atas dasar citra konsumen yang relevan dan kemudian
mengatur posisi produk atau jasa mereka menurut posisi citra diri tersebut.
Perluasan Diri
Saling keterkaitan antara citra-diri konsumen dan
kepemilikannya (barang-barang yang mereka sebut ”milik” mereka) menegaskan atau
memperluas citra diri mereka. Contohnya, seorang anak belasan tahun dapat
memandang dirinya sebagai ”lebih didambakan, lebih modern, dan lebih sukses”
karena ia memiliki ”sepasang sepatu karet model tahun terakhir” yang diburu
banyak emosi manusia dapat dihubungkan dengan kepemilikan yang berharga
sehingga kepimilikan tersebut dapat dianggap sebagai perluasan diri.
Kepemilikan dapat memperluas diri dengan beberapa cara:
1. Secara aktual,
dengan memberi kesempatan seseorang melakukan hal-hal yang biasanya akan sangat
sulit atau mustahil diselesaikan sendiri.
2. Secara
simbolis, dengan membuat orang itu merasa lebih baik atau ”lebih besar”.
3. Dengan
memberikan status atau peringkat.
4. Dengan
memberikan perasaan abadi dengan mewariskan barang milik yang berharga kepada
angggota keluarga yang lebih muda.
5. Dengan memberkahi
dengan kekuatan gaib.
Mengubah Diri
Kadang-kadang para konsumen ingin mengubah diri mereka
menjadi pribadi yang berbeda ”bertambah baik”. Pakaian, alat bantu perawatan
atau kosmetik, dan segala macam asesori memberikan peluang kepada konsumen
untuk mengubah penampilan mereka dan dengan cara demikian mengubah pribadi
mereka. Dengan berbagai produk untuk mengubah diri, para konsumen serring
menyatakan individualisme dan keunikan mereka dengan menciptakan pribadi yang
baru, dengan mempertahankan pribadi yang sudah ada, dan memperluasnya.
Keangkuhan Dan Perilaku Konsumen
Menurut hasil penelitian, ada dua jenis keangkuhan :
1. Keangkuhan
fisik, perhatian yang berlebihan terhadap dan/atau pandangan yang positif atau
terlalu tinggi terhadap penampilan fisik seseorang.
2. Keangkuhan
prestasi, perhatian yang berlebihan terhadap dan /atau pandangan yang positif
atau terlalu tinggi terhadap prestasi pribadi seseorang.
Kedua gagasan ini berkaitan dengan materialisme, pemakaian
kosmetik, perhatian pada pakaian, dll
6. KEPRIBADIAN ATAU DIRI YANG SESUNGGUHNYA
Gagasan kepribadian virtual atau diri virtual memberi
kesempatan kepada individu untuk mencoba kepribadian yang berbeda atau
identitas yang berbeda. Jika kepribadian itu sesuai, maka kepribadian dapat
ditingkatkan, orang mungin akan memutuskan untuk memelihara kepribadian baru
dengan memperbaiki kepribadian lama. Adanya internet telah mendefinisikan
kembali identitas manusia dengan menciptakan ”pribdi online”. Dari sudut
pandang perilaku konsumen, kesempatan untuk mencoba kepribadian baru dapat
menimbulkan perubahan dalam bentuk perilaku membeli yang dipilih, yang pada
gilirannya dapat memberikan peluang baru kepada para pemasar untuk menargetkan
berbagai ”pribadi online”.
7. POLA DAN JENIS-JENIS KEPRIBADIAN
Pola Kepribadian
Elizabeth B. Hurlock mengemukakan bahwa pola kepribadian
merupakan suatu penyatuan struktur yang multi dimensi yang terdiri atas
self-concept sebagai inti atau pusat grafitasi kepribadian dan traits sebagai
struktur yang mengintegrasikan kecenderungan pola-pola respon. Masing-masing
pola itu dibahas dalam paparan berikut.
Self Concept (Concept of Self)
Self-Concept ini dapat diartikan sebagai (a) persepsi,
keyakinan, perasaan, atau sikap seseorang tentang dirinya sendiri; (b) kualitas
pensipatan individu tentang dirinya sendiri; (c) suatu sistem pemaknaan
individu tentang dirinya sendiri dan pandangan orang lain tentang dirinya.
Self-concept ini memiliki tiga komponen, yaitu: (a)
perceptual atau phsycal self-concept, citra seseoarang tentang penampilan
dirinya (kemenarikan tubuh ataubodynya), seperti: kecantikan, keindahan atau
kemolekan tubuhnya; (b) conceptual ataupsychological self-concept, konsep
seseorang tentang kemampuan (kelemahan) dirinya, dan masa depannya, serta
meliputi juga kualitas penyesuaian hidupnya: honesty, self-confidence,
independence, dan courage, dan (c) attitudinal, yang menyangkut perasaan
seseorang tentang dirinya, sikapnya terhadap keberadaan dirinya, sikapnya
terhadap keberadaan dirinya sekarang dan masa depannya, sikapnya terhadap
keberhargaan, kebanggaan dan keterhinaannya. Apabila seseorang telah masuk masa
dewasa, komponen ketiga ini terkait juga dengan aspek-aspek: keyakinan,
nilai-nilai, idealita, aspirasi, dan komitmen terhadap filsafat hidupnya.
Dilihat dari jenisnya, self-concept ini terdiri atas
beberapa jenis, yaitu sebagai berikut.
a. The Basic Self-Concept
Jame menyebutnya sebagai real self, yaitu konsep seseorang
tentang dirinya sebagaimana apa adanya. Jenis ini meliputi : persepsi seseorang
tentang penampilan dirinya, kemampuan dan ketidak mampuannya, peranan dan
status dalam kehidupannya, dan nilai-nilai, keyakinan, serta aspirasinya.
b. The Transitory Self-Concept
Ini artinya bahwa seseorang memiliki self-concept yang pada
suatu saat dia memegangnya, tetapi pada saat lain dia melepaskannya.
Self-concept ini mungkin menyenangkan, tetapi juga tidak menyenangkan.
Kondisinya sangat situasional, sangat dipengaruhi oleh suasana perasaan
(emosi), atau pengalaman yang telah lalu.
c. The Social Self-Concept.
Jenis ini berkembang berdasarkan cara individu mempercayai
orang lain yang mempersepsi dirinya, baik melalui perkataan maupun tindakan.
Jenis ini sering juga dikatakan sebagai mirror image. Contoh : jika kepada
seorang anak secara terus menerus dikatakan bahwa dirinya naughty (nakal), maka
dia akan mengembangkan konsep dirinya sebagai anak yang nakal. Perkembangan
konsep diri sosial seseorang dipengaruhi oleh jenis kelompok sosial dimana dia
hidup, baik keluarga, sekolah, teman sebaya atau masyarakat. Jersild mengatakan
apabila seoarang anak diterima, dicintai, dan dihargai oleh orang-orang yang
berarti baginya (yang pertama orang tuanya, kemudian guru, dan teman), maka
anak dapat mengembangkan sikap untuk menerima dan menghargai dirinya sendiri.
Namun apabila orang-orang yang berarti (significant people) itu menghina,
menyalahkan, dan menolaknya, maka anak akan mengembangkan sikap-sikap yang
tidak menyenangkan bagi dirinya sendiri.
d. The Idea Self-Concept
konsep diri ideal merupakan persepsi seseorang tentang apa
yang diinginkan mengenai dirinya, atau keyakinan apa yang seharusnya mengenai
dirinya. Konsep diri ideal ini terkait denga citra fisik maupun psikis. Pada
masa anak terdapat diskrepansi yang cukup renggang antara konsep diri ideal
dengan konsep diri yang lainnya. Namun diskrepansi itu dapat berkurang seiring
dengan berkembangnya usia anak (terutama apabila seseorang sudah masuk usia
dewasa).
8. NILAI
Pola yang dapat kita lihat dari nilai adalah perubahan
perilaku dan alasan seseorang dalam membelanjakan uang atau sember daya yang
mereka kelola dan mereka miliki. Semakin tinggi mereka menilai dari suatu
barang dan jasa terhadap kehidupan, maka makin tinggi pula apresiasi mereka
dalam memandang barang dan jasa tersebut dari segi konsumsi.
Contohnya adalah jika seseorang memandang bahwa jenjang
pendidikan yang lebih tinggi adalah sesuatu yang mutlak dan penting, maka ia
akan berusaha untuk memperoleh pendidikan yang layak, walaupun tentu ada uang
yang harus ia keluarkan untuk hal tersebut. Dan sebaliknya, alau seseorang
menmandang pendidikan sebagai sesuatu yang kurang begitu penting bagi dirinya,
maka ia tidak akan berusaha untuk memperoleh jenjang pendidikan yang lebih
tinggi. Walaupun ia sebenarnya memiliki kemampuan untuk memperoleh pendidikan
yang lebih tinggi.
9. GAYA HIDUP
Gaya Hidup
Gaya hidup merupakan pola hidup yang menentukan bagaimana
seseorang memilih untuk menggunakan waktu, uang dan energi dan merefleksikan
nilai-nilai, rasa, dan kesukaan. Gaya hidup adalah bagaimana seseorang
menjalankan apa yang menjadi konsep dirinya yang ditentukan oleh karakteristik
individu yang terbangun dan terbentuk sejak lahir dan seiring dengan
berlangsungnya interaksi sosial selama mereka menjalani siklus kehidupan.
Konsep gaya hidup konsumen sedikit berbeda dari kepribadian.
Gaya hidup terkait dengan bagaimana seseorang hidup, bagaimana menggunakan
uangnya dan bagaimana mengalokasikan waktu mereka. Kepribadian menggambarkan
konsumen lebih kepada perspektif internal, yang memperlihatkan karakteristik
pola berpikir, perasaan dan persepsi mereka terhadap sesuatu.
Gaya hidup yang diinginkan oleh seseorang mempengaruhi
perilaku pembelian yang ada dalam dirinya, dan selanjutnya akan mempengaruhi
atau bahkan mengubah gaya hidup individu tersebut.
Berbagai faktor dapat mempengaruhi gaya hidup seseorang
diantaranya demografi, kepribadian, kelas sosial, daur hidup dalam rumah
tangga. Kasali (1998) menyampaikan beberapa perubahan demografi Indonesia di
masa depan, yaitu penduduk akan lebih terkonsentrasi di perkotaan, usia akan
semakin tua, melemahnya pertumbuhan penduduk, berkurangnya orang muda, jumlah
anggota keluarga berkurang, pria akan lebih banyak, semakin banyak wanita yang
bekerja, penghasilan keluarga meningkat, orang kaya bertambah banyak, dan pulau
Jawa tetap terpadat.