Powered By Blogger

Senin, 28 April 2014

ekonomi pembangunan bab 3

TEORI PEMBANGUNAN EKONOMI
1.      MASHAB HISTERISMUS ( FREDERICH LIST, DLL )
Mazhab Historimus
Mazhab ini melihat pembangunan ekonomi berdasarkan suatu pola pendekatan yang berpangkal pada perspektif sejarah.
Friedrich List
Menurut List sistem liberalisme yang laissez-faire dapat menjamin alokasi sumberdaya secara optimal. Perkembangan ekonomi sebenarnya tergantung pada peranan pemerintah, organisasi swasta, dan lingkungan kebudayaan. Perkembangan ekonomi hanya akan terjadi jika dalam masyarakat ada kebebasan dalam organisasi politik dan kebebasan perorangan. List juga menegaska bahwa negara dan pemerintah harus melindungi kepentingan golongan lemah di antara masyarakat.
Perkembangan ekonomi, menurut List melalui 5 tahap yaitu,
a. Tahap Primitif
b. Tahap beternak
c. Tahap pertanian
d. Tahap pertanian dan industri pengolahan
e. Tahap pertanian, indusrti pengolahan dan perdagangan.
Bruno Hildebrant
Pemikiran Hildebrant selalu menekankan evolusi dalam perekonomian masyarakat. Menurut Bruno perkembangan ekonomi didasarkan pada cara distribusi, oleh karena itu ia mengemukakan 3 sistem distribusi yaitu:
a. Perekonomian barter ( natural )
b. Perekonomian uang
c. Perekonomian kredit
Hildebrand ternyata tidak memberi sumbangan yang berarti terhadap peralatan analistis di bidang ilmu ekonomi.
Karl Bucher
Pendapatnya merupakan sintesa dari pendapat List dan Hildebrand. Menurut Bucher perkembangan ekonomi melalui 3 tahap, yaitu:
a. Produksi untuk kebutuhan sendiri ( subsisten )
b. Perekonomian kota dimana pertukaran sudah meluas
c. Perekonomian nasional dimana peran pedagang menjadi semakin penting
MASHAB ANALITIS ( KLASIK, NEO KLASIK, KEYNEIAN )
Teori-teori perkembangan dari beberapa penganut aliran Klasik diantaranya Adam Smith, David Ricardo, dan Thomas Robert Malthus.
Adam Smith
Menurut Adam Smith, untuk berlangsung perkembangan ekonomi diperlukan adanya spesialisasi atau pembagian kerja agar produktivitas tenaga kerja bertambah. Spesialisasi dalam proses produksi akan dapat meningkatkan produksi akan dapat meningkatkan ketrampilan tenaga kerja, dapat mendorong ditemukannya alat-alat atau mesin-mesin baru dan akhirnya dapat mempercepat dan meningkatkan produksi. Sebelum adanya pembagian kerja harus ada akumulasi kapital terlebih dahulu dan akumulasi kapital ini berasal dari dana tabungan. Smith juga menitikberatkan pada “luas pasar”. Pasar harus seluas mungkin dapat menampung hasil produksi, sehingga perdagangan internasional menarik perhatiannya kerena hubungan perdagangan internasional itu menambah luasnya pasar sehingga pasar terdiri dari pasar dalam negeri dan pasar luar negeri.
Menurut Smith, sekali pertumbuhan itu mulai maka bersifat kumulatif, artinya bila ada pasar yang cukup dan ada akumulasi kapital, pembagian kerja akan terjadi dan akan menaikkan tingkat produktivitas tenaga kerja. Kenaikan produktivitas akan menaikan penghasilan nasional dan memperbesar jumlah penduduk. Jadi spesialisasi yang semakin besar membutuhkan pasar yang semakin luas and dorongan untuk membuat alat-alat baru makin bertambah. Dilain pihak naiknya produktivitas akan mengakibatkan tingkat upah naik dan ada akumulasi kapital. Tetapi karena sumberdaya alam terbatas, maka keuntungan maka keuntungan akan menurun karena berlakunya hukum pertambahan hasil yang semakin berkurang. Pada tingkat inilah perembangan mengalami kemacetan atau berhenti.
David Ricardo
Menurut David Ricardo ada tiga golongan masyarakat yaitu: golongan kapitalis, golongan buruh dan golongan tuan tanah. Golongan kapitalis adalah golongan yang memimpin produksi dan memegang peranan yang penting karena mereka selalu mencari keuntungan dan menginvestasikan kembali pendapatannya dalam bentuk akumulasi kapital yang mengakibatkan naiknya pendapatan nasional lebih besar lagi. Contohnya: golongan buruh dan golongan tuan tanah. Golongan buruh tergantung pada golongan kapitalisme dan merupakan golongan yang terbesar dalam masyarakat. Golongan tuan hanya menerima sewa saja dari golongan kapitalis atas areal tanah yang disewakan.
Menurut David Ricardo bila jumlah penduduk bertambah terus dan akumulasi kapital terus menerus terjadi, maka tanah yang subur menjadi kurang jumlahnya atau semakin langka. Akibatnya berlaku hukum tambah hasil yang semakin berkurang. Selain itu ada persaingan diantara kapitalis-kapitalis itu sendiri dalammenolah tanah ynag semakin kurang kesuburannya dan akibatnya keuntungan mereka semakin menurun hingga sampai pada tinkat keuntungan yang normal saja.
Dalam pendapatan nasional, tampak bahwa upah dan sewa meningkat terus, sedangkan laba menurun dengan semakin berkembangnya waktu. Dalam pendapatan perkapita, upah selalu tetap pada tingkat batas, laba menurun dan sewa meningkat. Hal ini dikarenakan oleh semakin langkanya sumberdaya tanah, sehingga sewa menjadi semakin mahal dan laba kurang.
Pendapatan nasional dibagi menjadi tiga bagian yaitu upah, sewa, dan keuntungan, masing-masing untuk pendapatan tenaga kerja (buruh), tuan tanah, dan kapitalis. Jadi maksud dari pembagian/penggolongan itu adalah untuk mengetahui unsur pendapatan yang manakah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan ekonomi.
David Ricardo juga membedakan antara penerimaan bruto (gross revenue) dan penerimaan neto (net revenue). Penerimaan bruto adalah nilai pasar dari barang-barang akhir yang dibuat dalam suwatu waktu tertentu. Penerimaan neto adalah pendapatan (economic surplus) yang memungkinkan adanya pertumbuhan selanjutnya. Adanya penerimaan bersih karena buruh dapat menghasilkan sesuatu ynag melebihi suatu tingkat nilai yang dibutuhkan untuk mempertahankan hidupnya. Jadi penerimaan neto yang menyebabkan adanya perkembangan ekonomi apabila digunakan untuk akumulasi kapital. Bila penerimaan neto ini berkurang karena berlakunya hukum pertambahan hasil yang semakin berkurang berarti pembagian pendapatan menjadi lain bentuknya, sehingga keuntungan yang diterima oleh kapitalis berkurang dan perkembangan selanjutnya berhenti. Jadi penerimaan neto yang merupakan keuntungan ini akan semakin berkurang karena tanah-tanah terbatas dan pemanfaatannya akan bergeser.
Thomas Robert Malthus
Menurut Malthus kenaikan jumlah penduduk ang terus menerus merpakan unsur yang perlu untuk adanya tambahan permintaan. Tetapi kenaikan jumlah penduduk tanpa dibarengi dengan kemajuan faktor-faktor atau unsur-unsur perkembangan yang lain tentu tidak menaikan pendapatan dan tidak menaikan permintaan. Dengan demikian tumbuhnya jumlah penduduk saja justru akan menurunkan tingkat upah dan berarti memperendah biaya produksi. Turunnya biaya produksi akan memperbesar keuntungan-keuntungan para kapitalis dan mendorong mereka untuk terus berproduksi, tetapi keadaan ini sifatnya hanya sementara, sebab permintaan efektif (effective demad) akan semakin berkurang karena pendapatan buruh juga semakin berkurang
Aliran neo-klasik mempelajari tingkat bunga yaitu harga modal yang menghubungkan nilai pad saat ini dan saat yang akan datang. Pendapat neo-klasik mengenai perkembangan ekonomi dapat diikhtisarkan sebagai berikut:
a. Adanya akumulasi capital merupakan faktor penting dalam perkembangan ekonomi
Menurut neo-klasik, tingakat bunga dan tingkat pendapatan menentukan tingginya tingkat investasi. Tingkat bunga rendah, maka investasi akan tinggi dan sebaliknya. Kemajuan teknologi merupakan salah satu faktor pendorong kenaikan pendapatan nasional. Perubahan teknologi menurut neo-klasik adalah penemuan-penemuan baru yang mengurangi penggunaan tenaga buruh atau relatif lebih bersifat “penghematan buruh” (labor saving) daripada penghematan kapital (capital saving). Jadi kemajuan-kemajuan teknik akan menciptakan permintaan yang kuat akan barang-barang kapital.
b. Perkembangan sebagai proses yang gradual
Perkembangan merupakan proses yang gredual dan terus menerus. Alfred Marshall menganggap bahwa perekonomian sebagai suatu kehidupan organik yang tumbuh dan berkembang perlahan-lahan sebagai proses yang gradual.
c. Perkembangan sebagai proses yang harmonis dan kumulatif
Perkembangan sebagai proses yang harmonis dan kumulatif ialah proses ini meliputi berbagai faktor dimana faktor-faktor itu tumbuh bersama-sama. Marshal menggambarkan harmonisnya perkembangan itu karena adanya internal economies dan external economies. Intrnal economies timbul karena adanya kenaikan skala produksi yang tergantung pada sumber-sumber dan efisiensi dari perusahaan. External economies tergantung pada industri pada umumnya yang menyediakan kebutuhan-kebutuhan antar industri. Internal economies merupakan hasil dari adanya mesin-mesin yang lebih luas, managemen yang lebih baik dan sebagainya sehingga ada kenaikan poduksi. External economies timbul karena kenaikan produksi pada umumnya dan ada hubungannya dengan pekembangan pengetahuan dan kebudayaan selain itu meliputi timbulnya industri-industri cabang yang saling membantu satu sama lain demi kelancaran produksi, timbul fasilitas-fasilitas transpor dan perhubungan yang modern. Marshal menekankan pada sifat saling ketergantungan dan kontemporer dari perekonomian.
d. Optimis terhadap perkembangan ekonomi
Kalsik mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi akan macet karena terbatasnya sumber daya alam. Neo-klasik berpendapat bahwa ada kemampuan manusia untuk mengatasi terbatasnya pertumbuhan itu dan selalu akan ada kemajauan-kemajuan pengetahuan teknik secara gradual dan kontinyu.
e. Aspek internasional perkembangan ekonomi
TEORI SCHUMPETER
Jalannya perkembangan ekonomi
Perkembangan ekonomi bukan merupakan proses yang harmonis atau gradual, tetapi merupakan perubahan yang spontan dan terputus-putus (discontinuous), yaitu gangguan-gangguan terhadap keseimbangan yang telah ada. Perkembangan ekonomi disebabkan oleh adanya perubahan-perubahan terutama dalam lapangan industri dan perdagangan. Berproduksi berarti mengkombinasikan bahan-bahan dan tenaga yang ada atau yang dapat dicapai menghasilkan barang dengan metode lain (inovasi). Inovasi dapat berbentuk lima hal yaiu:
a. Mengemukakan atau mengenalkan barang-barang baru, atau barang-barang yang berkualitas baru yang belum dikenal oleh konsumen
b. Mengenalkan suatu metode produksi yang baru
c. Penemuan sumber-sumber ekonomi baru
d. Menjalankan organisasi baru dalam industri
Adanya kemungkinan inovasi perlu, tetapi belum cukup mendorong perkembangan ekonomi. Maka untuk adanya perkembangan ekonomi masih diperlukan pelaksanaan inovasi-inovasi yang dalam hal ini dilakukan oleh wiraswasta. Neo-klasik menekankan penggunaan tabungan untuk investasi. Sebaliknya menurut Schumpeter, perkembangan-perkembangan selanjutnya tidak bersifat gradual, tetapi mengandung ketidakpastian dan resiko yang besar, sehingga tidak dapat diperhitungjan dulu dan akan timbul keraguan dalam mengembangkan usahanya. Menurut Schumpeter motif-moif wiraswasta untuk menaikan keuntungan atau standar hidup untuk dapat menang dalam persaingan dan memperoleh kedudukan monopoli. Kunci teori Schumpeter ialah untuk perkembangan ekonomi faktor yang terpenting adalah wiraswasta (enterpreneur).
TEORI KETERGANTUNGAN
TEORI KETERGANTUNGAN (DEPENDENCY)
Menurut Theotonio Dos Santos, Dependensi (ketergantungan) adalah keadaan dimana kehidupan ekonomi negara – negara tertentu dipengaruhi oleh perkembangan dan ekspansi dari kehidupan ekonomi negara – negara lain, di mana negara – negara tertentu ini hanya berperan sebagai penerima akibat saja. Negara – negara pinggiran yang pra-kapitalis merupakan Negara – negara yang tidak dinamis, yang memakai cara produksi Asia yang berlainan dengan cara produksi feodal Eropa yang menghasilkan kapitalisme. Negara – negara pinggiran ini, setelah disentuh oleh kapitalis maju, akan bangun dan berkembang mengikuti jejak Negara – negara kapitalis maju. Namun terdapat kritikan mengenai teori tersebut, bahwa negara-negara pinggiran yang pra-kapitalis mempunyai dinamika sendiri yang bila disentuh oleh Negara – negara kapitalis maju, akan berkembang secara mandiri. Justru karena Negara – negara kapitalis maju ini perkembangan Negara – negara pinggiran menjadi terhambat.
Dos Santos menguraikan 3 bentuk ketergantungan:
1. Ketergantungan Kolonial
Terjadi penjajahan dari negara pusat ke negara pinggiran. Kegiatan ekonominya adalah ekspor barang-barang yang dibutuhkan negara pusat. Hubungan penjajah – penduduk sekitar bersifat eksploitatif.
2. Ketergantungan Finansial-Industrial:
Negara pinggiran merdeka tetapi kekuatan finansialnya masih dikuasai oleh negara-negara pusat. Ekspor masih berupa barang – barang yang dibutuhkan negara pusat. Negara pusat menanamkan modalnya baik langsung maupun melalui kerjasama dengan pengusaha lokal.
3. Ketergantungan Teknologis-Industrial:
Bentuk ketergantungan baru. Kegiatan ekonomi di negara pinggiran tidak lagi berupa ekspor bahan mentah untuk negara pusat. Perusahaan multinasional mulai menanamkan modalnya di negara pinggiran dengan tujuan untuk kepentingan negara pinggiran.

Meskipun demikian teknologi dan patennya masih dikuasai oleh negara pusat. Dos Santos membahas juga struktur produksi dari sebuah proses industrialis, bahwa:
1. Upah yang dibayarkan kepada buruh rendah sehingga daya beli buruh rendah.
2. Teknologi padat modal memunculkan industri modern, sehingga: Menghilangkan lapangan kerja yang sudah ada. Menciptakan lapangan kerja baru yang jumlahnya lebih sedikit. Larinya keuntungan ke luar negeri membuat ketiadaan modal untuk membentuk industri nasional sendiri. Oleh sebab itu, kapitalisme bukan kunci pemecahan masalah melainkan penyebab munculnya masalah ini.
Henrique Cardoso dengan gagasannya “Associated-Dependent Development” menyatakan bahwa produksi dapat dilakukan di Negara – negara pinggiran karena adanya perlindungan sistem paten. Selain itu kebijakan proteksi dan bea masuk mendorong perusahaan multinasional untuk membangun perusahaan di negara pinggiran. Meskipun demikian, industrialisasi di negara pusat dan pinggiran tetap berbeda. Sifat – sifat industrialisasi di negara pinggiran adalah sebagai berikut:
• Ketimpangan pendapatan yang makin besar.
• Menekankan pada produksi barang – barang konsumsi mewah dan bukan barang – barang yang dibutuhkan rakyat.
• Mengakibatkan utang yang semakin tinggi jumlahnya dan menghasilkan kemiskinan.
• Kurang terserapnya tenaga kerja.
Peter Evans dengan gagasannya “Dependent Development” menyatakan bahwa produksi sudah diserahkan ke negara pinggiran karena adanya kemajuan teknologi dan menguatnya rasa nasionalisme negara pinggiran. Dalam dependent development terjadi pembangunan industrialisasi di negara pinggiran dengan kerjasama borjuis lokal, muncul perusahaan multinasional raksasa, otak perusahaan tersebut berada di negara pusat dan cabang – cabang yg ada di negara pinggiran hanya boleh mengambil keputusan operasional di cabang tersebut.
Kerjasama antara pemerintah lokal dan modal asing bersifat kerjasama ekonomi sehingga mendorong terjadinya proses industrialisasi. Sedangkan kerjasama antara pemerintah dengan borjuis local bersifat politis untuk mendapatkan legitimasi politik, kaitannya dengan nasionalisme negara tersebut. Nasionalisme yg ada di negara pinggiran tidak dimaksudkan untuk membuat negara tersebut menjadi mandiri tetapi sebagai alat untuk memeras perusahaan multinasional tersebut.
Robert A. Packenham (1974), mengajukan kritik atas teori ketergantungan dengan menyebutkan kekuatan teori ketergantungan dan kelemahan teori ketergantungan.
 Menurut Packenham, kekuatan teori ketergantungan antara lain:
• Menekankan pada aspek internasional.
• Mempersoalkan akibat dari politik luar negeri (industri terhadap pinggiran).
• Mengkaitkan perubahan internal negara pinggiran dengan politik luar negeri negara maju.
• Mengaitkan antara analisis ekonomi dengan analisis politik.
• Membahas antarkelas dalam negeri dan hubungan kelas antarnegara dalam konteks internasional.
• Memberikan definisi yang berbeda tentang pembangunan ekonomi (tentang kelas – kelas sosial, antardaerah dan antarnegara).
 Sedangkan kelemahan teori dependensi antara lain:
• Hanya menyalahkan kapitalisme.
• Konsep kunci yang kurang jelas termasuk istilah “ketergantungan”.
• Ketergantungan dianggap sebagai konsep yang dikotomis.
• Tidak ada kemungkinan lepas dari ketergantungan.
• Ketergantungan dianggap sebagai sesuatu yang negatif.
• Ketergantungan tidak melihat aspek psikologis.
• Ketergantungan menyepelekan konsep nasionalisme.
• Teori Ketergantungan sangat normatif dan subyektif.
• Hubungan antarnegara dalam teori ketergantungan bersifat zero-sum game (kalau yang satu untung, yang lain rugi), padahal kenyataannya tidak ada hubungan yang bersifat seperti itu.
• Karena konsepnya tidak jelas maka tidak dapat diuji kebenarannya, sehingga teori ini menjadi tautologies (selalu benar).
• Menganggap aktor politik sebagai boneka dari kepentingan modal asing.
• Kajian yang kurang rinci dan tajam akibatnya teori ini kurang dapat dipergunakan untuk menganalisis dengan tajam.
Teori ketergantungan dari John A Hobson. menjelaskan imperialisme dan kolonialisme melalui motivasi keuntungan ekonomi. Teori ini merupakan kelompok teori Gold, yang menjelaskan, bahwa terjadinya imperialisme karena adanya dorongan untuk mencari pasar dan investasi yang lebih menguntungkan. Ketika pasar dalam negeri telah jenuh atau pasar dalam negeri terbatas, maka mereka mencari pasar baru di Negara – negara lain. Menurut Vladimir Ilich Lenin, imperialisme merupakan puncak kapitalisme. Kapitalisme yang semula berkembang dari kompetisi pasar bebas, mematikan perusahaan – perusahaan lain dan memunculkan kapitalisme yang menguasai pasar. Walaupun bentuknya pada jaman sekarang ini tidak menggunakan armada militer, namun dampaknya tetap saja merugikan negara yang menjadi objek penanaman investasi mereka.
Teori ketergantungan pada dasarnya menyetujui, bahwa yang menjadi penyebab ketergantungan adalah kekurangan modal dan kurangnya tenaga ahli. Tetapi faktor penyebabnya adalah proses imperialisme dan neo imperialisme yang menyedot surplus modal yang terjadi di negara pinggiran ke negara pusat. Akibat pengalihan surplus ini, negara pinggiran kehilangan surplus utama yang dibutuhkan untuk membangun negerinya. Maka, pembangunan dan keterbelakangan merupakan dua aspek dari sebuah proses global yang sama. Proses global ini merupakan proses kapitalisme dunia. Di kawasan yang satu, proses itu melahirkan pembangunan, di kawasan yang lain, menyebabkan lahirnya keterbelakangan.
Keterbelakangan yang dialami oleh negara-negara berkembang yang telah secara intensif mendapat bantuan dari negara-negara maju menyebabkan ketidakpuasan terhadap asumsi – asumsi yang dikemukakan oleh teori modernisasi. Keadaan ini menimbulkan reaksi keras dari para pemerhati masalah – masalah sosial yang kemudian mendorong timbulnya teori dependensi. Teori ini menyatakan bahwa karena sentuhan modernisasi itulah Negara – negara dunia ke-tiga kemudian mengalami kemunduran (keterbelakangan), secara ekstrim dikatakan bahwa kemajuan atau kemakmuran dari negara-negara maju pada kenyataannya menyebabkan keterbelakangan dari Negara – negara lainnya (the development of underdevelopment); siapa sebenarnya yang menolong dan siapa yang ditolong ?. Andre Gunter Frank (1967) dianggap sebagai salah seorang tokoh pencetus teori Dependensi ini mengatakan bahwa keterbelakangan justru merupakan hasil dari kontak yang diadakan oleh Negara – negara berkembang dengan Negara – negara maju.
Asumsi dasar dari teori Dependensi mencakup: (1) Keadaan ketergantungan dilihat sebagai suatu gejala yang sangat umum, berlaku bagi seluruh negara dunia Ketiga; (2) Ketergantungan dilihat sebagai kondisi yang diakibatkan oleh ‘faktor luar’; (3) Permasalah ketergantungan lebih dilihat sebagai masalah ekonomi, yang terjadi akibat mengalirnya surplus ekonomi dari negara dunia Ketiga ke negara maju; (4) Situasi ketergantungan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses polarisasi regional ekonomi global; dan (5) Keadaan ketergantungan dilihatnya sebagai suatu hal yang mutlak bertolak belakang dengan pembangunan.
Teori Dependensi ini bukannya tanpa kekurangan, bahkan kritik yang dilomtarkan mungkin lebih banyak dari sanggahan terhadap teori Modernisasi (Suwarsono-So, 1991: 137). Salah satu persoalan yang luput dari perhatian teori Dependensi adalah kurangnya pembahasan tentang kolonialisme yang pernah tumbuh subur dikebanyakan negara-negara berkembang. Menurut perspeksif Dependensi, pemerintahan kolonial didirikan dengan tujuan menjaga stabilitas pemerintahan jajahan, dan pemerintahan ini tidak akan pernah dibentuk dengan tujuan untuk membangun negara pinggiran.
Dua orang pemerhati masalah pembangunan di Indonesia, Sritua Arief da Adi Sasono (1984) berusaha melihat masalah pembangunan ini dari sisi yang berbeda dengan apa yang dikembangkan Koentjaraningrat sebelumnya; mereka menggunakan teori Dependensi untuk menjelaskan persoalan pembangunan politikonomi Indonesia. Kajiannya dimulai dengan menguji kembali warisan kolonial Belanda yang ditinggalkan; seperti kebanyakan analisa sejarah yang lain tentang Indonesia, rentang weaktu kajian dimulai sejak diberlakukannya sistem tanam paksa. Bagi mereka, pelaksanaan tanam paksa dijadikan sebagai ‘pangkal tolak untuk melihat banguan struktural yang diwarisi Indonesia pada waktu negara ini merdeka’ (Suwarsono-So, 1991: 131).
Arief dan Sasono berpendapat bahwa sistem tanam paksa merupakan salah satu faktor terpenting yang bertanggung jawab terhadap berkembang suburnya keterbelakangan dan kemiskinan di Indonesia; selama masa tanam paksa tersebut telah terjadi pengalihan surplus ekonomi dari Indonesia ke Belanda dalam jumlah yang sangat besar. Disamping itu tanam paksa juga telah menjadikan semakin kecilnya jumlah petani yang berkecukupan, yang dengan kata lain telah membantu memperbanyak kaum ‘proletariat desa’. Dalam proses tanam paksa itu ternyata, fihak kolonial tidak ‘bekerja sendirian’, disini ada keterlibatan pemerintah lokal dalam membantu ‘keberhasilan’ sistem tanam paksa. ‘Dalam proses eksploitasi ini telah terjalin aliansi antara pemerintah kolonial Belanda di Indonesia …. Dan pihak – pihak penguasa feodal di Indonesia….’; pertalian kerja sama yang demikian tidak sulit untuk terjadi, keadaan mana membuat kaum aristokrat dan kaum feodal Indonesia memperoleh keuntungan ekonomis’ sekalipun jika dicermati, amat jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan yang diterima oleh pemerintahan kolonial.
Dalam kajian kurun waktu yang berbeda Arief dan Sasono mencoba menguji proses pembangunan Indonesia setelah era kemerdekaan, khususnya pada masa pembangunan ekonomi pemerintahan orde baru; obyek kajiannya menggunakan lima tolok ukur, yang akhirnya pada suatu kesimpulan bahwa situasi ketergantungan dan keterbelakangan sebagian besar telah atau sedang mewujud di Indonesia. Lima tolok ukur yang digunakan yaitu:
pertama, pertumbuhan ekonomi, pada masa ini ditandai dengan semakin lebarnya perbedaan antara kelompok yang mampu dan kelompok yang tidak mampu dengan ciri golongan miskin ternyata menjadi semakin miskin; keadaan ini bisa terjadi karena hancurnya industri kecil di perdesaan diserta dengan berkurangnya kesempatan kerja di sektor pertanian dengan tidak diimbangi oleh timbulnya peluang kerja di sektor industri di perkotaan;
kedua, penyerapan tenaga kerja, Industri yang dikembangkan dengan semangat teknologi padat modal ternyata ‘tidak banyak menyerap tenaga kerja’, sementara sektor pertanian yang telah mengalami derasnya proses mekanisasi tidak lagi mampu menampung tenaga kerja sebesar yang pernah dimiliki pada masa sebelumnya. Dalam keadaan yang demikian, maka tenaga kerja tidak memiliki pilihan lain yang tersedia, kecuali tterjun dalam pasar tenaga kerja sektor jasa;
ketiga, proses industrialisasi, proses industrialisasi yang terjadi di Indonesia merupakan proses industri subtitusi impor yang dikembangkan memiliki sifat ketergantungan modal dan teknologi asing yang tinggi, dengan demikian pertumbuhan ekonomi yang terjadi bukan merupakan pertumbuhan ekonomi yang bersentrum kedalam negeri, dan tidak berdasar pada dinamika yang ada;
keempat, pembiayaan pembangunan, karena sifat pertumbuhan ekonomi yang dimiliki dan model industrialisasi yang dipilih, mau tidak mau, hanya memiliki satu pilihan yaitu kebutuhan untuk selalu memperoleh modal asing, fenomena yang jelas menggambarkan suatu ketergantungan kepada fihak lain;
kelima, persediaan bahan makanan, bahwa sampai akhir tahun 1970 ternyata bangsa Indonesia belum memiliki kemampuan swasembada pangan, sehingga tidk mengherankan bila banyak dijumpai kebijaksanaan yang mengarah pada pencapaian tujuan ini.
Satu hal yang menarik dalam kajian dari masalah – masalah sosial adalah terbukanya kemungkinan berbagai disiplin ilmu yang ternaung dalam rumpun ilmu – ilmu sosial untuk melakukan kajian terhadap satu persoalan yang sama menurut kerangka pendekatan masing – masing obyek perhatiannya. Terjadinya dinamika dalam masyarakat membuka dan mendorong masing-masing disiplin ilmu untuk mendinamisir teori – teori yang telah dikembangkannya, fenomena ini sebenarnya secara tidak lengsung sebagai tanggapan dari pandangan Thomas Khun (1966) tentang paradigma ilmu pengetahuan dalam “The Structure Of Scientific Revolution”. Banyaknya pendekatan terhadap satu masalah yang selama ini sebenarnya memberikan keuntungan bagi perkembangan ilmu sosial secara umum karena : (a) masalah itu dapat ditempatkan dan diterangkan secara proporsional dan obyektif; (b) setiap bidang ilmu saling berkontribusi dan melengkapi kekurangannya masing – masing; (c) teori-teori yang berkembang dalam ilmu sosial menjadi semakin kokoh.
Bangsa Indonesia tidak bisa luput dari fenomena pembangunan, cepat atau lambat, besar atau kecil, mudah atau sukar, proses pembangunan ini perlu untuk dilakukan. Berbagai cara untuk mencapainya diupayakan, yaitu dengan pemanfaatan secara optimal segala aspek sumber daya manusia dan sumber daya alam yang ada, sehingga mempunyai peran penting dalam lingkup lokal maupun global; sedemikian jauh jarak antara perbedaan tingkat kehidupan antara masyarakat Indonesia dengan masyarakat negara maju lainnya, sehingga ‘harus’ dilakukan semacam ‘percepatan’ perubahan. Bahkan Alisyahbana menekankan secara tegas, bahwa perubahan masyarakat Indonesia itu harus mengacu pada nilai – nilai intelektualisme, individuliasme, egoisme, dan materialisme seperti yang hidup pada masyarakat Barat, nilai – nilai mana yang dianggap ekstrim atau bahkan tabu oleh sebagian besar warga masyarakat Indonesia. Analisa tentang proses pembangunan itu tidak semudah pengerjaan di belakang meja dan menurut alur logika saja, karena proses ini mengandung berbagai nilai – nilai dan perkembangan yang sulit untuk diperhitungkan; fenomena mana yang menjadikan kajian tentang masalah – masalah sosial tidak kering dan mati.


TEORI PERTUMBUHAN LAINNYA
Pertumbuhan ekonomi adalah proses dimana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan nasional riil. Jadi perekonomian dikatakan tumbuh atau berkembang bila terjadi pertumbuhan outputriil. Definisi pertumbuhan ekonomi yang lain adalah bahwa pertumbuhan ekonomi terjadi bila ada kenaikan output perkapita. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan kenaikan taraf hidup diukur dengan output riil per orang.
TEORI PERTUMBUHAN EKONOMI
TEORI ROSTOW
Teori tahap-tahap pertumbuhan ekonomi yang dicetuskan oleh W.W Rostow yang pada mulanya dikemukakan sebagai suatu artikel dalam economic journal dan kemudian dikembangkan lebih lanjut dalam bukunya; The Stage Of Economic Growth. Menurut Rostow proses perkembangan ekonomi dasar dapat dibedakan dalam lima tahap dan setiap negara di dunia dapat digolongkan ke dalam salah satu dari kelima tahap pertumbuhan ekonomi yang dijelaskannya. Kelima tahap pertumbuhan itu adalah ;
1. Masyarakat Tradisional (the traditional society)
2. Prasyarat untuk lepas landas (the precondition for take-off)
3. Lepas landas (take off)
4. Gerakan ke arah kedewasaan (the drive to maturity), dan
5. Masa konsumsi tinggi (the age of high mass consumption)
TEORI FREDERICH LIST
Frederich List menguraikan pertumbuhan ekonomi yang dialami suatu negara berdasarkan cara produksi (teknik produksi) dan mata pencaharian masyarakat. Frederich List membagi pertumbuhan ekonomi ke dalam tahapan yang bertingkat-tingkat seperti sebuah tangga sehingga disebut “Stuffen Theorien” (teori tangga).
1) Masa berburu dan mengembara
Pada masa ini manusia memenuhi kebutuhannya dengan berburu dan mengembara. Berburu dilakukan oleh laki-laki, sedang perempuan bertugas mencari umbi-umbian, buah dan sayuran. Jika hewan dan tumbuhan sebagai makanan telah habis di suatu tempat, mereka akan berpindah (mengembara) ke tempat lain, demikian seterusnya. Pada masa ini belum ada pertukaran, karena manusia hanya berusaha untuk memenuhi kebutuhan sendiri.
Skema Stuffen Theorien (Teori Tangga)
Gambar 2. Skema Stuffen Theorien (Teori Tangga).
2) Masa beternak dan bertani
Pada masa ini manusia sudah mulai menetap di suatu tempat, mereka memenuhi kebutuhan hidup dengan cara beternak dan bertani. Binatang buruan yang diperoleh sebagian dipelihara untuk diambil daging atau telurnya. Umbi-umbian, buah, sayuran dan tanaman lain yang disukai ditanam agar suatu saat bisa dipanen dan dijadikan bahan makanan. Karena tinggal menetap maka pada masa ini mulai timbul perkampungan atau desa-desa.
3) Masa bertani dan kerajinan
Pada masa ini, selain bertani manusia sudah mulai mengembangkan kerajinan yang ada hubungannya dengan pertanian, seperti pandai besi dan pertukangan. Kerajinan dikerjakan untuk memanfaatkan waktu luang setelah mengerjakan pekerjaan bertani.
4) Masa kerajinan, industri dan perniagaan
Pada masa ini, selain kerajinan manusia juga telah melakukan kegiatan industri (mendirikan pabrik-pabrik) dan perniagaan (perdagangan). Sehingga muncul kota-kota sebagai pusat industri dan perdagangan. Pada masa ini ilmu pengetahuan dan teknologi mengalami kemajuan yang cepat dan perdagangan tidak hanya bersifat nasional tetapi sudah bersifat internasional, karena didukung oleh alat-alat transportasi.
TEORI  HILDERBRAND
Pertumbuhan ekonomi berdasarkan alat ukur yang digunakan dalam perdagangan.
      Tahap pertumbuhan ekonomi menurut Bruno Hildebrand :
a.     Masa perekonomian barter
b.     Masa perekonomian uang
c.     Masa perekonomian kredit
TEORI KARL BUCHER
Karl Bucher menguraikan pertumbuhan ekonomi suatu negara berdasarkan hubungan produsen dengan konsumen. Menurut Karl Bucher, pertumbuhan ekonomi dibagi menurut tahap-tahap berikut:
1) Masa rumah tangga tertutup
Masyarakat berproduksi hanya untuk memenuhi kebutuhan kelompok sendiri. Pada masa ini keluarga mereka masih sangat sederhana. Oleh karena itu, kehidupan masih bersifat tertutup dan belum ada pertukaran antar desa atau antar kelompok.
2) Masa rumah tangga kota
Pertumbuhan jumlah penduduk mengakibatkan kelompok atau desa tidak dapat lagi memenuhi kebutuhannya sendiri. Sehingga, timbul pertukaran antar desa yang disebut dengan perdagangan. Pada masa ini, sebagian kelompok masyarakat membangun tempat khusus sebagai pusat perdagangan dan industri yang disebut kota. Selanjutnya, timbul hubungan dagang antara desa dengan kota.
3) Masa rumah tangga bangsa (kemasyarakatan)
Sesuai perkembangan zaman, pertukaran yang terjadi di satu kota sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan penduduknya. Kadang-kadang suatu kota tidak dapat menghasilkan satu jenis barang dan barang tersebut harus didatangkan dari kota lain, sehingga terjadilah kegiatan perdagangan antar kota. Perdagangan ini meluas ke seluruh kota sehingga terbentuk satu kesatuan masyarakat yang melakukan pertukaran perdagangan antar kota dalam satu negara atau dalam satu bangsa.
4) Masa rumah tangga dunia
Pada masa ini, pertukaran atau perdagangan sudah melewati batas-batas negara karena antar negara ternyata saling membutuhkan. Perdagangan antar negara juga didukung dengan kemajuan IPTEK yang memudahkan manusia berhubungan dengan negara lain.
TEORI LEWIS
DUAL-SECTOR MODEL Sir W. Arthur Lewis Sir William Arthur Lewis, official Nobel Prize photo The dual-sector model is a model in developmental economics. It is commonly knownas the Lewis model after its inventor Sir William Arthur Lewis, winner of the Nobel MemorialPrize in Economics in 1979. It explains the growth of a developing economy in terms ofa labour transition between two sectors, the capitalist sector and the subsistence sector.HISTORY Initially the dual-sector model as given by W.A Lewis was enumerated in his articleentitled "Economic Development with Unlimited Supplies of Labor" written in 1954 by SirArthur Lewis, the model itself was named in Lewiss honor. First published in The ManchesterSchool in May 1954, the article and the subsequent model were instrumental in laying thefoundation for the field of Developmental economics. The article itself has been characterized bysome as the most influential contribution to the establishment of the discipline.
MODEL PERTUMBUHAN SEKTOR MODEN DI SEBUAH EKONOMI LEBIHAN BURUH 2 SEKTOR. Model tersebut mengandaikan ekonomi membangun ketika itu berlaku lebihan buruhyang kurang produktif dalam sektor pertanian. Buruh-buruh tersebut lebih tertarik denganpertumbuhan sektor industri yang menawarkan upah yang lebih tinggi Ia juga mengandaikanupah yang ditawarkan oleh sektor indutri adalah lebih tinggi atau kurang tetap. Pengusaha dalamsektor industri mendapat untung kerana mereka mengenakan harga yang lebih tinggi berbandingkadar upah yang tetap. Model tersebut mengandaikan untung tersebut akan dilabur semula dalampelaburan sebagai modal yang tetap. Sektor tradisional yang mempunyai penduduk terlalu banyak, MP buruh = 0 yangmembenarkan Lewis mengklasifikasikan sebagai lebihan tenaga buruh dengan anggapan ia bolehdikeluarkan tanpa menjejaskan output. Semua pekerja luar bandar berkongsi output secarasaksama supaya upah benar di luar bandar ditentukan oleh purata dan bukannya marginal produkburuh seperti dalam sektor moden. Kemudian, sektor moden yang mempunyai produktiviti tinggidi mana buruh dari sektor sara diri beransur-ansur dipindahkan. Fokus utama model ini ialahproses perpindahan penduduk dan pertambahan output dalam sektor moden. Kedua-dua prosesini disebabkan pertambahan output dalam sektor moden. Kelajuannya disebabkan kadarpelaburan industri dan pengumpulan modal dalam sektor moden. Pelaburan mungkin disebabkanlebihan keuntungan sektor moden yang melebihi upah dengan andaian kapitalis melabur semulasemua keuntungan. Lewis mengandaikan upah di bandar perlu lah 30% lebih dari pendapatanpurata luar bandar untuk mendorong pekerja pindah.
Rajah sebelah kanan atas menunjukkan bagaimana pengeluaran barang semakinbertambah dengan peningkatan input tenaga buruh. TPA bagi barang ditentukan dalam perubahanjumlah satu input berubah iaitu buruh (LA), kuantiti modal tetap (KA), dan teknologi tidakberubah (TA). Rajah sebelah kanan bawah kita mendapat keluk APLA dan MPLA yang berasaldari keluk TP. Lewis membuat 2 andaian tentang sektor tradisional iaitu terdapat lebihan tenagaburuh dengan anggapan MPLA = 0, yang kedua semua kerja luar bandar berkongsi output secarasaksama supaya upah benar di luar bandar ditentukan oleh purata dan bukannya MPL. Rajah sebelah kiri atas menggambarkan keluk TP bagi sektor moden. Jumlah produkadalah fungsi kepada input berubah buruh (LM), stok modal (KM) dan teknologi (tM). Dalammodel Lewis, stok modal dalam sektor moden dibenarkan meningkat akibat dari pelaburansemula keuntungan oleh kapitalis industri. Ini menyebabkan keluk TP rajah bahagian atas beralih
ke atas dari TPM (KM1) ke TPM (KM2) dan TPM(KM3). Wn dalam rajah bahagian kiri bawah adalahupah sebenar dalam sektor moden. Pada tingkat upah ini penawaran buruh diandaikan menjaditidak terhad atau anjal sempurna seperti ditunjuk WMSL. Dengan kata lain andaian Lewis bahawapada upah di bandar WM berada di atas pendapatan purata luar bandar WA, majikan sektormoden boleh mengambil sebanyak mana lebihan pekrja luar bandar tanpa bimbang terhadappeningkatan upah. Jumlah output sektor moden TPM1 ditunjuk oleh kawasan berlorek 0M1FL1, untung yangdilabur semula WMM1F, Upah yang akan dibayar kepada pekerja adalah sebanyak 0WMFL1. Olehsebab Lewis mengandaikan semua keuntungan dilaburkan semula, jumlah stok modal dalamsektor moden akan meningkat dari KM1 ke KM2 di mana ia mempengaruhi kenaikan dalam kelukpermintaan MP buruh. Peralihan keluar keluk permintaan ditunjuk oleh garis D2 (KM2) dirajahbahagian kiri bawah. Satu keseimbangan baru tahap pengambilan pekerja di sektor modendibuktikan di titik G denganpengambilan buruh di L2. Jumlah output meningkat kepada TPM2atau 0M2GL2 sementara upah yang akan diberi kepada pekerja sebanyak OWMGL2 dankeuntungan yang akan dilabur semula WMM2G. Dan proses ini akan berterusan sehinggakesemua keuntungan habis dilabur.
TEORI RANIS DAN FEI
Teori pertumbuhan ekonomi Ranis-Fei, seperti dapat disimpulkan dari namanya, di kembangkan oleh dua orang ahli ekonomi, yaitu Gustav Ranis jan John Fei. Teori tersebut pertamakali di kemukakan dalam tulisan mereka yang berjudul A Theory of Economic Growth,  yang diterbitkan dalam American Economic Review; dan selanjutnya disempurnakan dan dilengkapi lagi dalam buku mereka, Development of the labour Surplus Economy.

Teori Ranis dan Fei di maksudkan sebagai teori pertumbuhan untung Negara yang  menghadapi masalah kelebihan penduduk sehingga menghadapi masalah pengganguran serius, dan kekayaan alam yang tersedia dapat dikembangkan sangat terbatas. Selain itu analisis Ranis dan Fei lebih banyak di berikan kepada perubahan – perubahan yang terjadi di sector pertanian. Model pertumbuhan ekonomi Ranis dan Fei secara lebih terperinci menunjukan pengaruh dari perubahan produktivitas tenaga kerja di sector kapitalis atau sector modern kepada corak proses pembangunan, akan tetapi juga menunjukan akibat kemajuan tingkat produktivitas kegiatan – kegiatan di sector pertanian terhadap pembangunan ekonomi yang akan tercipta. Analisis Ranis – Fei  juga menunjukan pengaruh dari pertambahan penduduk terhadap proses pertumbuhan ekonomi, pengaruh system pasar terhadap interaksi di antara sector pertanian dan industry dan jangka masa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar