TEORI PEMBANGUNAN EKONOMI
1.
MASHAB HISTERISMUS ( FREDERICH LIST,
DLL )
Mazhab Historimus
Mazhab ini melihat pembangunan ekonomi berdasarkan suatu pola
pendekatan yang berpangkal pada perspektif sejarah.
Friedrich List
Menurut List sistem liberalisme yang laissez-faire dapat
menjamin alokasi sumberdaya secara optimal. Perkembangan ekonomi sebenarnya
tergantung pada peranan pemerintah, organisasi swasta, dan lingkungan
kebudayaan. Perkembangan ekonomi hanya akan terjadi jika dalam masyarakat ada
kebebasan dalam organisasi politik dan kebebasan perorangan. List juga
menegaska bahwa negara dan pemerintah harus melindungi kepentingan golongan
lemah di antara masyarakat.
Perkembangan ekonomi, menurut List melalui 5 tahap yaitu,
a. Tahap Primitif
b. Tahap beternak
c. Tahap pertanian
d. Tahap pertanian dan industri pengolahan
e. Tahap pertanian, indusrti pengolahan dan perdagangan.
Bruno Hildebrant
Pemikiran Hildebrant selalu menekankan evolusi dalam perekonomian
masyarakat. Menurut Bruno perkembangan ekonomi didasarkan pada cara distribusi,
oleh karena itu ia mengemukakan 3 sistem distribusi yaitu:
a. Perekonomian barter ( natural )
b. Perekonomian uang
c. Perekonomian kredit
Hildebrand ternyata tidak memberi sumbangan yang berarti
terhadap peralatan analistis di bidang ilmu ekonomi.
Karl Bucher
Pendapatnya merupakan sintesa dari pendapat List dan
Hildebrand. Menurut Bucher perkembangan ekonomi melalui 3 tahap, yaitu:
a. Produksi untuk kebutuhan sendiri ( subsisten )
b. Perekonomian kota dimana pertukaran sudah meluas
c. Perekonomian nasional dimana peran pedagang menjadi
semakin penting
MASHAB ANALITIS (
KLASIK, NEO KLASIK, KEYNEIAN )
Teori-teori perkembangan dari beberapa penganut aliran Klasik
diantaranya Adam Smith, David Ricardo, dan Thomas Robert Malthus.
Adam Smith
Menurut Adam Smith, untuk berlangsung perkembangan ekonomi
diperlukan adanya spesialisasi atau pembagian kerja agar produktivitas tenaga
kerja bertambah. Spesialisasi dalam proses produksi akan dapat meningkatkan
produksi akan dapat meningkatkan ketrampilan tenaga kerja, dapat mendorong
ditemukannya alat-alat atau mesin-mesin baru dan akhirnya dapat mempercepat dan
meningkatkan produksi. Sebelum adanya pembagian kerja harus ada akumulasi kapital
terlebih dahulu dan akumulasi kapital ini berasal dari dana tabungan. Smith
juga menitikberatkan pada “luas pasar”. Pasar harus seluas mungkin dapat
menampung hasil produksi, sehingga perdagangan internasional menarik
perhatiannya kerena hubungan perdagangan internasional itu menambah luasnya
pasar sehingga pasar terdiri dari pasar dalam negeri dan pasar luar negeri.
Menurut Smith, sekali pertumbuhan itu mulai maka bersifat
kumulatif, artinya bila ada pasar yang cukup dan ada akumulasi kapital,
pembagian kerja akan terjadi dan akan menaikkan tingkat produktivitas tenaga
kerja. Kenaikan produktivitas akan menaikan penghasilan nasional dan
memperbesar jumlah penduduk. Jadi spesialisasi yang semakin besar membutuhkan
pasar yang semakin luas and dorongan untuk membuat alat-alat baru makin
bertambah. Dilain pihak naiknya produktivitas akan mengakibatkan tingkat upah
naik dan ada akumulasi kapital. Tetapi karena sumberdaya alam terbatas, maka
keuntungan maka keuntungan akan menurun karena berlakunya hukum pertambahan
hasil yang semakin berkurang. Pada tingkat inilah perembangan mengalami
kemacetan atau berhenti.
David Ricardo
Menurut David Ricardo ada tiga golongan masyarakat yaitu:
golongan kapitalis, golongan buruh dan golongan tuan tanah. Golongan kapitalis
adalah golongan yang memimpin produksi dan memegang peranan yang penting karena
mereka selalu mencari keuntungan dan menginvestasikan kembali pendapatannya
dalam bentuk akumulasi kapital yang mengakibatkan naiknya pendapatan nasional
lebih besar lagi. Contohnya: golongan buruh dan golongan tuan tanah. Golongan
buruh tergantung pada golongan kapitalisme dan merupakan golongan yang terbesar
dalam masyarakat. Golongan tuan hanya menerima sewa saja dari golongan
kapitalis atas areal tanah yang disewakan.
Menurut David Ricardo bila jumlah penduduk bertambah terus
dan akumulasi kapital terus menerus terjadi, maka tanah yang subur menjadi
kurang jumlahnya atau semakin langka. Akibatnya berlaku hukum tambah hasil yang
semakin berkurang. Selain itu ada persaingan diantara kapitalis-kapitalis itu
sendiri dalammenolah tanah ynag semakin kurang kesuburannya dan akibatnya
keuntungan mereka semakin menurun hingga sampai pada tinkat keuntungan yang
normal saja.
Dalam pendapatan nasional, tampak bahwa upah dan sewa
meningkat terus, sedangkan laba menurun dengan semakin berkembangnya waktu.
Dalam pendapatan perkapita, upah selalu tetap pada tingkat batas, laba menurun
dan sewa meningkat. Hal ini dikarenakan oleh semakin langkanya sumberdaya
tanah, sehingga sewa menjadi semakin mahal dan laba kurang.
Pendapatan nasional dibagi menjadi tiga bagian yaitu upah,
sewa, dan keuntungan, masing-masing untuk pendapatan tenaga kerja (buruh), tuan
tanah, dan kapitalis. Jadi maksud dari pembagian/penggolongan itu adalah untuk
mengetahui unsur pendapatan yang manakah yang paling besar pengaruhnya terhadap
perkembangan ekonomi.
David Ricardo juga membedakan antara penerimaan bruto (gross
revenue) dan penerimaan neto (net revenue). Penerimaan bruto adalah nilai pasar
dari barang-barang akhir yang dibuat dalam suwatu waktu tertentu. Penerimaan
neto adalah pendapatan (economic surplus) yang memungkinkan adanya pertumbuhan
selanjutnya. Adanya penerimaan bersih karena buruh dapat menghasilkan sesuatu
ynag melebihi suatu tingkat nilai yang dibutuhkan untuk mempertahankan
hidupnya. Jadi penerimaan neto yang menyebabkan adanya perkembangan ekonomi
apabila digunakan untuk akumulasi kapital. Bila penerimaan neto ini berkurang
karena berlakunya hukum pertambahan hasil yang semakin berkurang berarti pembagian
pendapatan menjadi lain bentuknya, sehingga keuntungan yang diterima oleh
kapitalis berkurang dan perkembangan selanjutnya berhenti. Jadi penerimaan neto
yang merupakan keuntungan ini akan semakin berkurang karena tanah-tanah
terbatas dan pemanfaatannya akan bergeser.
Thomas Robert Malthus
Menurut Malthus kenaikan jumlah penduduk ang terus menerus
merpakan unsur yang perlu untuk adanya tambahan permintaan. Tetapi kenaikan
jumlah penduduk tanpa dibarengi dengan kemajuan faktor-faktor atau unsur-unsur
perkembangan yang lain tentu tidak menaikan pendapatan dan tidak menaikan
permintaan. Dengan demikian tumbuhnya jumlah penduduk saja justru akan
menurunkan tingkat upah dan berarti memperendah biaya produksi. Turunnya biaya
produksi akan memperbesar keuntungan-keuntungan para kapitalis dan mendorong
mereka untuk terus berproduksi, tetapi keadaan ini sifatnya hanya sementara,
sebab permintaan efektif (effective demad) akan semakin berkurang karena
pendapatan buruh juga semakin berkurang
Aliran neo-klasik mempelajari tingkat bunga yaitu harga modal
yang menghubungkan nilai pad saat ini dan saat yang akan datang. Pendapat
neo-klasik mengenai perkembangan ekonomi dapat diikhtisarkan sebagai berikut:
a. Adanya akumulasi capital merupakan faktor penting dalam
perkembangan ekonomi
Menurut neo-klasik, tingakat bunga dan tingkat pendapatan
menentukan tingginya tingkat investasi. Tingkat bunga rendah, maka investasi
akan tinggi dan sebaliknya. Kemajuan teknologi merupakan salah satu faktor
pendorong kenaikan pendapatan nasional. Perubahan teknologi menurut neo-klasik
adalah penemuan-penemuan baru yang mengurangi penggunaan tenaga buruh atau
relatif lebih bersifat “penghematan buruh” (labor saving) daripada penghematan
kapital (capital saving). Jadi kemajuan-kemajuan teknik akan menciptakan
permintaan yang kuat akan barang-barang kapital.
b. Perkembangan sebagai proses yang gradual
Perkembangan merupakan proses yang gredual dan terus menerus.
Alfred Marshall menganggap bahwa perekonomian sebagai suatu kehidupan organik
yang tumbuh dan berkembang perlahan-lahan sebagai proses yang gradual.
c. Perkembangan sebagai proses yang harmonis dan kumulatif
Perkembangan sebagai proses yang harmonis dan kumulatif ialah
proses ini meliputi berbagai faktor dimana faktor-faktor itu tumbuh bersama-sama.
Marshal menggambarkan harmonisnya perkembangan itu karena adanya internal
economies dan external economies. Intrnal economies timbul karena adanya
kenaikan skala produksi yang tergantung pada sumber-sumber dan efisiensi dari
perusahaan. External economies tergantung pada industri pada umumnya yang
menyediakan kebutuhan-kebutuhan antar industri. Internal economies merupakan
hasil dari adanya mesin-mesin yang lebih luas, managemen yang lebih baik dan
sebagainya sehingga ada kenaikan poduksi. External economies timbul karena
kenaikan produksi pada umumnya dan ada hubungannya dengan pekembangan
pengetahuan dan kebudayaan selain itu meliputi timbulnya industri-industri
cabang yang saling membantu satu sama lain demi kelancaran produksi, timbul
fasilitas-fasilitas transpor dan perhubungan yang modern. Marshal menekankan
pada sifat saling ketergantungan dan kontemporer dari perekonomian.
d. Optimis terhadap perkembangan ekonomi
Kalsik mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi akan macet karena
terbatasnya sumber daya alam. Neo-klasik berpendapat bahwa ada kemampuan
manusia untuk mengatasi terbatasnya pertumbuhan itu dan selalu akan ada
kemajauan-kemajuan pengetahuan teknik secara gradual dan kontinyu.
e. Aspek internasional perkembangan ekonomi
TEORI SCHUMPETER
Jalannya perkembangan ekonomi
Perkembangan ekonomi bukan merupakan proses yang harmonis
atau gradual, tetapi merupakan perubahan yang spontan dan terputus-putus
(discontinuous), yaitu gangguan-gangguan terhadap keseimbangan yang telah ada.
Perkembangan ekonomi disebabkan oleh adanya perubahan-perubahan terutama dalam
lapangan industri dan perdagangan. Berproduksi berarti mengkombinasikan
bahan-bahan dan tenaga yang ada atau yang dapat dicapai menghasilkan barang
dengan metode lain (inovasi). Inovasi dapat berbentuk lima hal yaiu:
a. Mengemukakan atau mengenalkan barang-barang baru, atau
barang-barang yang berkualitas baru yang belum dikenal oleh konsumen
b. Mengenalkan suatu metode produksi yang baru
c. Penemuan sumber-sumber ekonomi baru
d. Menjalankan organisasi baru dalam industri
Adanya kemungkinan inovasi perlu, tetapi belum cukup
mendorong perkembangan ekonomi. Maka untuk adanya perkembangan ekonomi masih
diperlukan pelaksanaan inovasi-inovasi yang dalam hal ini dilakukan oleh
wiraswasta. Neo-klasik menekankan penggunaan tabungan untuk investasi.
Sebaliknya menurut Schumpeter, perkembangan-perkembangan selanjutnya tidak
bersifat gradual, tetapi mengandung ketidakpastian dan resiko yang besar,
sehingga tidak dapat diperhitungjan dulu dan akan timbul keraguan dalam
mengembangkan usahanya. Menurut Schumpeter motif-moif wiraswasta untuk menaikan
keuntungan atau standar hidup untuk dapat menang dalam persaingan dan
memperoleh kedudukan monopoli. Kunci teori Schumpeter ialah untuk perkembangan
ekonomi faktor yang terpenting adalah wiraswasta (enterpreneur).
TEORI KETERGANTUNGAN
TEORI KETERGANTUNGAN (DEPENDENCY)
Menurut Theotonio Dos Santos, Dependensi (ketergantungan)
adalah keadaan dimana kehidupan ekonomi negara – negara tertentu dipengaruhi
oleh perkembangan dan ekspansi dari kehidupan ekonomi negara – negara lain, di
mana negara – negara tertentu ini hanya berperan sebagai penerima akibat saja.
Negara – negara pinggiran yang pra-kapitalis merupakan Negara – negara yang
tidak dinamis, yang memakai cara produksi Asia yang berlainan dengan cara
produksi feodal Eropa yang menghasilkan kapitalisme. Negara – negara pinggiran
ini, setelah disentuh oleh kapitalis maju, akan bangun dan berkembang mengikuti
jejak Negara – negara kapitalis maju. Namun terdapat kritikan mengenai teori
tersebut, bahwa negara-negara pinggiran yang pra-kapitalis mempunyai dinamika
sendiri yang bila disentuh oleh Negara – negara kapitalis maju, akan berkembang
secara mandiri. Justru karena Negara – negara kapitalis maju ini perkembangan Negara
– negara pinggiran menjadi terhambat.
Dos Santos menguraikan 3 bentuk ketergantungan:
1. Ketergantungan Kolonial
Terjadi penjajahan dari negara pusat ke negara pinggiran.
Kegiatan ekonominya adalah ekspor barang-barang yang dibutuhkan negara pusat. Hubungan
penjajah – penduduk sekitar bersifat eksploitatif.
2. Ketergantungan Finansial-Industrial:
Negara pinggiran merdeka tetapi kekuatan finansialnya masih
dikuasai oleh negara-negara pusat. Ekspor masih berupa barang – barang yang
dibutuhkan negara pusat. Negara pusat menanamkan modalnya baik langsung maupun
melalui kerjasama dengan pengusaha lokal.
3. Ketergantungan Teknologis-Industrial:
Bentuk ketergantungan baru. Kegiatan ekonomi di negara
pinggiran tidak lagi berupa ekspor bahan mentah untuk negara pusat. Perusahaan
multinasional mulai menanamkan modalnya di negara pinggiran dengan tujuan untuk
kepentingan negara pinggiran.
Meskipun demikian teknologi dan patennya masih dikuasai oleh
negara pusat. Dos Santos membahas juga struktur produksi dari sebuah proses
industrialis, bahwa:
1. Upah yang dibayarkan kepada buruh rendah sehingga daya
beli buruh rendah.
2. Teknologi padat modal memunculkan industri modern,
sehingga: Menghilangkan lapangan kerja yang sudah ada. Menciptakan lapangan
kerja baru yang jumlahnya lebih sedikit. Larinya keuntungan ke luar negeri
membuat ketiadaan modal untuk membentuk industri nasional sendiri. Oleh sebab
itu, kapitalisme bukan kunci pemecahan masalah melainkan penyebab munculnya
masalah ini.
Henrique Cardoso dengan gagasannya “Associated-Dependent
Development” menyatakan bahwa produksi dapat dilakukan di Negara – negara
pinggiran karena adanya perlindungan sistem paten. Selain itu kebijakan
proteksi dan bea masuk mendorong perusahaan multinasional untuk membangun
perusahaan di negara pinggiran. Meskipun demikian, industrialisasi di negara
pusat dan pinggiran tetap berbeda. Sifat – sifat industrialisasi di negara
pinggiran adalah sebagai berikut:
• Ketimpangan pendapatan yang makin besar.
• Menekankan pada produksi barang – barang konsumsi mewah dan
bukan barang – barang yang dibutuhkan rakyat.
• Mengakibatkan utang yang semakin tinggi jumlahnya dan
menghasilkan kemiskinan.
• Kurang terserapnya tenaga kerja.
Peter Evans dengan gagasannya “Dependent Development”
menyatakan bahwa produksi sudah diserahkan ke negara pinggiran karena adanya
kemajuan teknologi dan menguatnya rasa nasionalisme negara pinggiran. Dalam
dependent development terjadi pembangunan industrialisasi di negara pinggiran
dengan kerjasama borjuis lokal, muncul perusahaan multinasional raksasa, otak
perusahaan tersebut berada di negara pusat dan cabang – cabang yg ada di negara
pinggiran hanya boleh mengambil keputusan operasional di cabang tersebut.
Kerjasama antara pemerintah lokal dan modal asing bersifat
kerjasama ekonomi sehingga mendorong terjadinya proses industrialisasi.
Sedangkan kerjasama antara pemerintah dengan borjuis local bersifat politis
untuk mendapatkan legitimasi politik, kaitannya dengan nasionalisme negara
tersebut. Nasionalisme yg ada di negara pinggiran tidak dimaksudkan untuk
membuat negara tersebut menjadi mandiri tetapi sebagai alat untuk memeras
perusahaan multinasional tersebut.
Robert A. Packenham (1974), mengajukan kritik atas teori
ketergantungan dengan menyebutkan kekuatan teori ketergantungan dan kelemahan
teori ketergantungan.
Menurut Packenham, kekuatan teori ketergantungan antara
lain:
• Menekankan pada aspek internasional.
• Mempersoalkan akibat dari politik luar negeri (industri
terhadap pinggiran).
• Mengkaitkan perubahan internal negara pinggiran dengan
politik luar negeri negara maju.
• Mengaitkan antara analisis ekonomi dengan analisis politik.
• Membahas antarkelas dalam negeri dan hubungan kelas
antarnegara dalam konteks internasional.
• Memberikan definisi yang berbeda tentang pembangunan
ekonomi (tentang kelas – kelas sosial, antardaerah dan antarnegara).
Sedangkan kelemahan teori dependensi antara lain:
• Hanya menyalahkan kapitalisme.
• Konsep kunci yang kurang jelas termasuk istilah
“ketergantungan”.
• Ketergantungan dianggap sebagai konsep yang dikotomis.
• Tidak ada kemungkinan lepas dari ketergantungan.
• Ketergantungan dianggap sebagai sesuatu yang negatif.
• Ketergantungan tidak melihat aspek psikologis.
• Ketergantungan menyepelekan konsep nasionalisme.
• Teori Ketergantungan sangat normatif dan subyektif.
• Hubungan antarnegara dalam teori ketergantungan bersifat
zero-sum game (kalau yang satu untung, yang lain rugi), padahal kenyataannya
tidak ada hubungan yang bersifat seperti itu.
• Karena konsepnya tidak jelas maka tidak dapat diuji
kebenarannya, sehingga teori ini menjadi tautologies (selalu benar).
• Menganggap aktor politik sebagai boneka dari kepentingan
modal asing.
• Kajian yang kurang rinci dan tajam akibatnya teori ini
kurang dapat dipergunakan untuk menganalisis dengan tajam.
Teori ketergantungan dari John A Hobson. menjelaskan
imperialisme dan kolonialisme melalui motivasi keuntungan ekonomi. Teori ini
merupakan kelompok teori Gold, yang menjelaskan, bahwa terjadinya imperialisme
karena adanya dorongan untuk mencari pasar dan investasi yang lebih
menguntungkan. Ketika pasar dalam negeri telah jenuh atau pasar dalam negeri
terbatas, maka mereka mencari pasar baru di Negara – negara lain. Menurut
Vladimir Ilich Lenin, imperialisme merupakan puncak kapitalisme. Kapitalisme
yang semula berkembang dari kompetisi pasar bebas, mematikan perusahaan –
perusahaan lain dan memunculkan kapitalisme yang menguasai pasar. Walaupun
bentuknya pada jaman sekarang ini tidak menggunakan armada militer, namun
dampaknya tetap saja merugikan negara yang menjadi objek penanaman investasi
mereka.
Teori ketergantungan pada dasarnya menyetujui, bahwa yang
menjadi penyebab ketergantungan adalah kekurangan modal dan kurangnya tenaga
ahli. Tetapi faktor penyebabnya adalah proses imperialisme dan neo imperialisme
yang menyedot surplus modal yang terjadi di negara pinggiran ke negara pusat.
Akibat pengalihan surplus ini, negara pinggiran kehilangan surplus utama yang
dibutuhkan untuk membangun negerinya. Maka, pembangunan dan keterbelakangan
merupakan dua aspek dari sebuah proses global yang sama. Proses global ini
merupakan proses kapitalisme dunia. Di kawasan yang satu, proses itu melahirkan
pembangunan, di kawasan yang lain, menyebabkan lahirnya keterbelakangan.
Keterbelakangan yang dialami oleh negara-negara berkembang
yang telah secara intensif mendapat bantuan dari negara-negara maju menyebabkan
ketidakpuasan terhadap asumsi – asumsi yang dikemukakan oleh teori modernisasi.
Keadaan ini menimbulkan reaksi keras dari para pemerhati masalah – masalah
sosial yang kemudian mendorong timbulnya teori dependensi. Teori ini menyatakan
bahwa karena sentuhan modernisasi itulah Negara – negara dunia ke-tiga kemudian
mengalami kemunduran (keterbelakangan), secara ekstrim dikatakan bahwa kemajuan
atau kemakmuran dari negara-negara maju pada kenyataannya menyebabkan
keterbelakangan dari Negara – negara lainnya (the development of
underdevelopment); siapa sebenarnya yang menolong dan siapa yang ditolong ?.
Andre Gunter Frank (1967) dianggap sebagai salah seorang tokoh pencetus teori
Dependensi ini mengatakan bahwa keterbelakangan justru merupakan hasil dari
kontak yang diadakan oleh Negara – negara berkembang dengan Negara – negara
maju.
Asumsi dasar dari teori Dependensi mencakup: (1) Keadaan ketergantungan
dilihat sebagai suatu gejala yang sangat umum, berlaku bagi seluruh negara
dunia Ketiga; (2) Ketergantungan dilihat sebagai kondisi yang diakibatkan oleh
‘faktor luar’; (3) Permasalah ketergantungan lebih dilihat sebagai masalah
ekonomi, yang terjadi akibat mengalirnya surplus ekonomi dari negara dunia
Ketiga ke negara maju; (4) Situasi ketergantungan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari proses polarisasi regional ekonomi global; dan (5) Keadaan
ketergantungan dilihatnya sebagai suatu hal yang mutlak bertolak belakang
dengan pembangunan.
Teori Dependensi ini bukannya tanpa kekurangan, bahkan kritik
yang dilomtarkan mungkin lebih banyak dari sanggahan terhadap teori Modernisasi
(Suwarsono-So, 1991: 137). Salah satu persoalan yang luput dari perhatian teori
Dependensi adalah kurangnya pembahasan tentang kolonialisme yang pernah tumbuh
subur dikebanyakan negara-negara berkembang. Menurut perspeksif Dependensi,
pemerintahan kolonial didirikan dengan tujuan menjaga stabilitas pemerintahan jajahan,
dan pemerintahan ini tidak akan pernah dibentuk dengan tujuan untuk membangun
negara pinggiran.
Dua orang pemerhati masalah pembangunan di Indonesia, Sritua
Arief da Adi Sasono (1984) berusaha melihat masalah pembangunan ini dari sisi
yang berbeda dengan apa yang dikembangkan Koentjaraningrat sebelumnya; mereka
menggunakan teori Dependensi untuk menjelaskan persoalan pembangunan
politikonomi Indonesia. Kajiannya dimulai dengan menguji kembali warisan
kolonial Belanda yang ditinggalkan; seperti kebanyakan analisa sejarah yang
lain tentang Indonesia, rentang weaktu kajian dimulai sejak diberlakukannya
sistem tanam paksa. Bagi mereka, pelaksanaan tanam paksa dijadikan sebagai
‘pangkal tolak untuk melihat banguan struktural yang diwarisi Indonesia pada waktu
negara ini merdeka’ (Suwarsono-So, 1991: 131).
Arief dan Sasono berpendapat bahwa sistem tanam paksa
merupakan salah satu faktor terpenting yang bertanggung jawab terhadap
berkembang suburnya keterbelakangan dan kemiskinan di Indonesia; selama masa tanam
paksa tersebut telah terjadi pengalihan surplus ekonomi dari Indonesia ke
Belanda dalam jumlah yang sangat besar. Disamping itu tanam paksa juga telah
menjadikan semakin kecilnya jumlah petani yang berkecukupan, yang dengan kata
lain telah membantu memperbanyak kaum ‘proletariat desa’. Dalam proses tanam
paksa itu ternyata, fihak kolonial tidak ‘bekerja sendirian’, disini ada
keterlibatan pemerintah lokal dalam membantu ‘keberhasilan’ sistem tanam paksa.
‘Dalam proses eksploitasi ini telah terjalin aliansi antara pemerintah kolonial
Belanda di Indonesia …. Dan pihak – pihak penguasa feodal di Indonesia….’;
pertalian kerja sama yang demikian tidak sulit untuk terjadi, keadaan mana
membuat kaum aristokrat dan kaum feodal Indonesia memperoleh keuntungan ekonomis’
sekalipun jika dicermati, amat jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan yang
diterima oleh pemerintahan kolonial.
Dalam kajian kurun waktu yang berbeda Arief dan Sasono
mencoba menguji proses pembangunan Indonesia setelah era kemerdekaan, khususnya
pada masa pembangunan ekonomi pemerintahan orde baru; obyek kajiannya
menggunakan lima tolok ukur, yang akhirnya pada suatu kesimpulan bahwa situasi
ketergantungan dan keterbelakangan sebagian besar telah atau sedang mewujud di
Indonesia. Lima tolok ukur yang digunakan yaitu:
pertama, pertumbuhan ekonomi, pada masa ini ditandai dengan
semakin lebarnya perbedaan antara kelompok yang mampu dan kelompok yang tidak
mampu dengan ciri golongan miskin ternyata menjadi semakin miskin; keadaan ini
bisa terjadi karena hancurnya industri kecil di perdesaan diserta dengan
berkurangnya kesempatan kerja di sektor pertanian dengan tidak diimbangi oleh
timbulnya peluang kerja di sektor industri di perkotaan;
kedua, penyerapan tenaga kerja, Industri yang dikembangkan dengan
semangat teknologi padat modal ternyata ‘tidak banyak menyerap tenaga kerja’,
sementara sektor pertanian yang telah mengalami derasnya proses mekanisasi
tidak lagi mampu menampung tenaga kerja sebesar yang pernah dimiliki pada masa
sebelumnya. Dalam keadaan yang demikian, maka tenaga kerja tidak memiliki
pilihan lain yang tersedia, kecuali tterjun dalam pasar tenaga kerja sektor
jasa;
ketiga, proses industrialisasi, proses industrialisasi yang
terjadi di Indonesia merupakan proses industri subtitusi impor yang
dikembangkan memiliki sifat ketergantungan modal dan teknologi asing yang
tinggi, dengan demikian pertumbuhan ekonomi yang terjadi bukan merupakan
pertumbuhan ekonomi yang bersentrum kedalam negeri, dan tidak berdasar pada
dinamika yang ada;
keempat, pembiayaan pembangunan, karena sifat pertumbuhan
ekonomi yang dimiliki dan model industrialisasi yang dipilih, mau tidak mau,
hanya memiliki satu pilihan yaitu kebutuhan untuk selalu memperoleh modal
asing, fenomena yang jelas menggambarkan suatu ketergantungan kepada fihak
lain;
kelima, persediaan bahan makanan, bahwa sampai akhir tahun
1970 ternyata bangsa Indonesia belum memiliki kemampuan swasembada pangan,
sehingga tidk mengherankan bila banyak dijumpai kebijaksanaan yang mengarah
pada pencapaian tujuan ini.
Satu hal yang menarik dalam kajian dari masalah – masalah
sosial adalah terbukanya kemungkinan berbagai disiplin ilmu yang ternaung dalam
rumpun ilmu – ilmu sosial untuk melakukan kajian terhadap satu persoalan yang
sama menurut kerangka pendekatan masing – masing obyek perhatiannya. Terjadinya
dinamika dalam masyarakat membuka dan mendorong masing-masing disiplin ilmu
untuk mendinamisir teori – teori yang telah dikembangkannya, fenomena ini
sebenarnya secara tidak lengsung sebagai tanggapan dari pandangan Thomas Khun
(1966) tentang paradigma ilmu pengetahuan dalam “The Structure Of Scientific
Revolution”. Banyaknya pendekatan terhadap satu masalah yang selama ini
sebenarnya memberikan keuntungan bagi perkembangan ilmu sosial secara umum
karena : (a) masalah itu dapat ditempatkan dan diterangkan secara proporsional
dan obyektif; (b) setiap bidang ilmu saling berkontribusi dan melengkapi
kekurangannya masing – masing; (c) teori-teori yang berkembang dalam ilmu
sosial menjadi semakin kokoh.
Bangsa Indonesia tidak bisa luput dari fenomena pembangunan,
cepat atau lambat, besar atau kecil, mudah atau sukar, proses pembangunan ini
perlu untuk dilakukan. Berbagai cara untuk mencapainya diupayakan, yaitu dengan
pemanfaatan secara optimal segala aspek sumber daya manusia dan sumber daya
alam yang ada, sehingga mempunyai peran penting dalam lingkup lokal maupun
global; sedemikian jauh jarak antara perbedaan tingkat kehidupan antara
masyarakat Indonesia dengan masyarakat negara maju lainnya, sehingga ‘harus’
dilakukan semacam ‘percepatan’ perubahan. Bahkan Alisyahbana menekankan secara
tegas, bahwa perubahan masyarakat Indonesia itu harus mengacu pada nilai –
nilai intelektualisme, individuliasme, egoisme, dan materialisme seperti yang
hidup pada masyarakat Barat, nilai – nilai mana yang dianggap ekstrim atau
bahkan tabu oleh sebagian besar warga masyarakat Indonesia. Analisa tentang
proses pembangunan itu tidak semudah pengerjaan di belakang meja dan menurut
alur logika saja, karena proses ini mengandung berbagai nilai – nilai dan
perkembangan yang sulit untuk diperhitungkan; fenomena mana yang menjadikan
kajian tentang masalah – masalah sosial tidak kering dan mati.
TEORI PERTUMBUHAN
LAINNYA
Pertumbuhan ekonomi adalah proses dimana terjadi kenaikan
produk nasional bruto riil atau pendapatan nasional riil. Jadi perekonomian
dikatakan tumbuh atau berkembang bila terjadi pertumbuhan outputriil. Definisi
pertumbuhan ekonomi yang lain adalah bahwa pertumbuhan ekonomi terjadi bila ada
kenaikan output perkapita. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan kenaikan taraf
hidup diukur dengan output riil per orang.
TEORI PERTUMBUHAN
EKONOMI
TEORI ROSTOW
Teori tahap-tahap pertumbuhan ekonomi yang dicetuskan oleh
W.W Rostow yang pada mulanya dikemukakan sebagai suatu artikel dalam economic
journal dan kemudian dikembangkan lebih lanjut dalam bukunya; The Stage Of
Economic Growth. Menurut Rostow proses perkembangan ekonomi dasar dapat
dibedakan dalam lima tahap dan setiap negara di dunia dapat digolongkan ke
dalam salah satu dari kelima tahap pertumbuhan ekonomi yang dijelaskannya.
Kelima tahap pertumbuhan itu adalah ;
1. Masyarakat Tradisional (the traditional society)
2. Prasyarat untuk lepas landas (the precondition for
take-off)
3. Lepas landas (take off)
4. Gerakan ke arah kedewasaan (the drive to maturity), dan
5. Masa konsumsi tinggi (the age of high mass consumption)
TEORI FREDERICH LIST
Frederich List menguraikan pertumbuhan ekonomi yang dialami
suatu negara berdasarkan cara produksi (teknik produksi) dan mata pencaharian
masyarakat. Frederich List membagi pertumbuhan ekonomi ke dalam tahapan yang
bertingkat-tingkat seperti sebuah tangga sehingga disebut “Stuffen Theorien”
(teori tangga).
1) Masa berburu dan mengembara
Pada masa ini manusia memenuhi kebutuhannya dengan berburu
dan mengembara. Berburu dilakukan oleh laki-laki, sedang perempuan bertugas
mencari umbi-umbian, buah dan sayuran. Jika hewan dan tumbuhan sebagai makanan
telah habis di suatu tempat, mereka akan berpindah (mengembara) ke tempat lain,
demikian seterusnya. Pada masa ini belum ada pertukaran, karena manusia hanya
berusaha untuk memenuhi kebutuhan sendiri.
Skema Stuffen Theorien (Teori Tangga)
Gambar 2. Skema Stuffen Theorien (Teori Tangga).
2) Masa beternak dan bertani
Pada masa ini manusia sudah mulai menetap di suatu tempat,
mereka memenuhi kebutuhan hidup dengan cara beternak dan bertani. Binatang
buruan yang diperoleh sebagian dipelihara untuk diambil daging atau telurnya.
Umbi-umbian, buah, sayuran dan tanaman lain yang disukai ditanam agar suatu
saat bisa dipanen dan dijadikan bahan makanan. Karena tinggal menetap maka pada
masa ini mulai timbul perkampungan atau desa-desa.
3) Masa bertani dan kerajinan
Pada masa ini, selain bertani manusia sudah mulai
mengembangkan kerajinan yang ada hubungannya dengan pertanian, seperti pandai
besi dan pertukangan. Kerajinan dikerjakan untuk memanfaatkan waktu luang
setelah mengerjakan pekerjaan bertani.
4) Masa kerajinan, industri dan perniagaan
Pada masa ini, selain kerajinan manusia juga telah melakukan
kegiatan industri (mendirikan pabrik-pabrik) dan perniagaan (perdagangan).
Sehingga muncul kota-kota sebagai pusat industri dan perdagangan. Pada masa ini
ilmu pengetahuan dan teknologi mengalami kemajuan yang cepat dan perdagangan
tidak hanya bersifat nasional tetapi sudah bersifat internasional, karena
didukung oleh alat-alat transportasi.
TEORI HILDERBRAND
Pertumbuhan ekonomi berdasarkan alat ukur yang digunakan
dalam perdagangan.
Tahap pertumbuhan
ekonomi menurut Bruno Hildebrand :
a. Masa
perekonomian barter
b. Masa
perekonomian uang
c. Masa
perekonomian kredit
TEORI KARL BUCHER
Karl Bucher menguraikan pertumbuhan ekonomi suatu negara
berdasarkan hubungan produsen dengan konsumen. Menurut Karl Bucher, pertumbuhan
ekonomi dibagi menurut tahap-tahap berikut:
1) Masa rumah tangga tertutup
Masyarakat berproduksi hanya untuk memenuhi kebutuhan
kelompok sendiri. Pada masa ini keluarga mereka masih sangat sederhana. Oleh
karena itu, kehidupan masih bersifat tertutup dan belum ada pertukaran antar
desa atau antar kelompok.
2) Masa rumah tangga kota
Pertumbuhan jumlah penduduk mengakibatkan kelompok atau desa
tidak dapat lagi memenuhi kebutuhannya sendiri. Sehingga, timbul pertukaran
antar desa yang disebut dengan perdagangan. Pada masa ini, sebagian kelompok
masyarakat membangun tempat khusus sebagai pusat perdagangan dan industri yang
disebut kota. Selanjutnya, timbul hubungan dagang antara desa dengan kota.
3) Masa rumah tangga bangsa (kemasyarakatan)
Sesuai perkembangan zaman, pertukaran yang terjadi di satu
kota sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan penduduknya. Kadang-kadang suatu kota
tidak dapat menghasilkan satu jenis barang dan barang tersebut harus
didatangkan dari kota lain, sehingga terjadilah kegiatan perdagangan antar
kota. Perdagangan ini meluas ke seluruh kota sehingga terbentuk satu kesatuan
masyarakat yang melakukan pertukaran perdagangan antar kota dalam satu negara
atau dalam satu bangsa.
4) Masa rumah tangga dunia
Pada masa ini, pertukaran atau perdagangan sudah melewati
batas-batas negara karena antar negara ternyata saling membutuhkan. Perdagangan
antar negara juga didukung dengan kemajuan IPTEK yang memudahkan manusia
berhubungan dengan negara lain.
TEORI LEWIS
DUAL-SECTOR MODEL Sir W. Arthur Lewis Sir William Arthur
Lewis, official Nobel Prize photo The dual-sector model is a model in
developmental economics. It is commonly knownas the Lewis model after its
inventor Sir William Arthur Lewis, winner of the Nobel MemorialPrize in
Economics in 1979. It explains the growth of a developing economy in terms ofa
labour transition between two sectors, the capitalist sector and the
subsistence sector.HISTORY Initially the dual-sector model as given by W.A
Lewis was enumerated in his articleentitled "Economic Development with
Unlimited Supplies of Labor" written in 1954 by SirArthur Lewis, the model
itself was named in Lewiss honor. First published in The ManchesterSchool in
May 1954, the article and the subsequent model were instrumental in laying
thefoundation for the field of Developmental economics. The article itself has
been characterized bysome as the most influential contribution to the establishment
of the discipline.
MODEL PERTUMBUHAN SEKTOR MODEN DI SEBUAH EKONOMI LEBIHAN
BURUH 2 SEKTOR. Model tersebut mengandaikan ekonomi membangun ketika itu
berlaku lebihan buruhyang kurang produktif dalam sektor pertanian. Buruh-buruh
tersebut lebih tertarik denganpertumbuhan sektor industri yang menawarkan upah
yang lebih tinggi Ia juga mengandaikanupah yang ditawarkan oleh sektor indutri
adalah lebih tinggi atau kurang tetap. Pengusaha dalamsektor industri mendapat
untung kerana mereka mengenakan harga yang lebih tinggi berbandingkadar upah
yang tetap. Model tersebut mengandaikan untung tersebut akan dilabur semula
dalampelaburan sebagai modal yang tetap. Sektor tradisional yang mempunyai
penduduk terlalu banyak, MP buruh = 0 yangmembenarkan Lewis mengklasifikasikan
sebagai lebihan tenaga buruh dengan anggapan ia bolehdikeluarkan tanpa
menjejaskan output. Semua pekerja luar bandar berkongsi output secarasaksama
supaya upah benar di luar bandar ditentukan oleh purata dan bukannya marginal
produkburuh seperti dalam sektor moden. Kemudian, sektor moden yang mempunyai
produktiviti tinggidi mana buruh dari sektor sara diri beransur-ansur
dipindahkan. Fokus utama model ini ialahproses perpindahan penduduk dan
pertambahan output dalam sektor moden. Kedua-dua prosesini disebabkan
pertambahan output dalam sektor moden. Kelajuannya disebabkan kadarpelaburan
industri dan pengumpulan modal dalam sektor moden. Pelaburan mungkin
disebabkanlebihan keuntungan sektor moden yang melebihi upah dengan andaian
kapitalis melabur semulasemua keuntungan. Lewis mengandaikan upah di bandar
perlu lah 30% lebih dari pendapatanpurata luar bandar untuk mendorong pekerja
pindah.
Rajah sebelah kanan atas menunjukkan bagaimana pengeluaran
barang semakinbertambah dengan peningkatan input tenaga buruh. TPA bagi barang
ditentukan dalam perubahanjumlah satu input berubah iaitu buruh (LA), kuantiti
modal tetap (KA), dan teknologi tidakberubah (TA). Rajah sebelah kanan bawah
kita mendapat keluk APLA dan MPLA yang berasaldari keluk TP. Lewis membuat 2
andaian tentang sektor tradisional iaitu terdapat lebihan tenagaburuh dengan
anggapan MPLA = 0, yang kedua semua kerja luar bandar berkongsi output
secarasaksama supaya upah benar di luar bandar ditentukan oleh purata dan
bukannya MPL. Rajah sebelah kiri atas menggambarkan keluk TP bagi sektor moden.
Jumlah produkadalah fungsi kepada input berubah buruh (LM), stok modal (KM) dan
teknologi (tM). Dalammodel Lewis, stok modal dalam sektor moden dibenarkan
meningkat akibat dari pelaburansemula keuntungan oleh kapitalis industri. Ini
menyebabkan keluk TP rajah bahagian atas beralih
ke atas dari TPM (KM1) ke TPM (KM2) dan TPM(KM3). Wn dalam
rajah bahagian kiri bawah adalahupah sebenar dalam sektor moden. Pada tingkat
upah ini penawaran buruh diandaikan menjaditidak terhad atau anjal sempurna
seperti ditunjuk WMSL. Dengan kata lain andaian Lewis bahawapada upah di bandar
WM berada di atas pendapatan purata luar bandar WA, majikan sektormoden boleh
mengambil sebanyak mana lebihan pekrja luar bandar tanpa bimbang terhadappeningkatan
upah. Jumlah output sektor moden TPM1 ditunjuk oleh kawasan berlorek 0M1FL1,
untung yangdilabur semula WMM1F, Upah yang akan dibayar kepada pekerja adalah
sebanyak 0WMFL1. Olehsebab Lewis mengandaikan semua keuntungan dilaburkan semula,
jumlah stok modal dalamsektor moden akan meningkat dari KM1 ke KM2 di mana ia
mempengaruhi kenaikan dalam kelukpermintaan MP buruh. Peralihan keluar keluk
permintaan ditunjuk oleh garis D2 (KM2) dirajahbahagian kiri bawah. Satu
keseimbangan baru tahap pengambilan pekerja di sektor modendibuktikan di titik
G denganpengambilan buruh di L2. Jumlah output meningkat kepada TPM2atau 0M2GL2
sementara upah yang akan diberi kepada pekerja sebanyak OWMGL2 dankeuntungan
yang akan dilabur semula WMM2G. Dan proses ini akan berterusan sehinggakesemua
keuntungan habis dilabur.
TEORI RANIS DAN FEI
Teori pertumbuhan ekonomi Ranis-Fei, seperti dapat
disimpulkan dari namanya, di kembangkan oleh dua orang ahli ekonomi, yaitu
Gustav Ranis jan John Fei. Teori tersebut pertamakali di kemukakan dalam
tulisan mereka yang berjudul A Theory of Economic Growth, yang diterbitkan dalam American Economic
Review; dan selanjutnya disempurnakan dan dilengkapi lagi dalam buku mereka,
Development of the labour Surplus Economy.
Teori Ranis dan Fei di maksudkan sebagai teori pertumbuhan
untung Negara yang menghadapi masalah
kelebihan penduduk sehingga menghadapi masalah pengganguran serius, dan
kekayaan alam yang tersedia dapat dikembangkan sangat terbatas. Selain itu
analisis Ranis dan Fei lebih banyak di berikan kepada perubahan – perubahan
yang terjadi di sector pertanian. Model pertumbuhan ekonomi Ranis dan Fei
secara lebih terperinci menunjukan pengaruh dari perubahan produktivitas tenaga
kerja di sector kapitalis atau sector modern kepada corak proses pembangunan,
akan tetapi juga menunjukan akibat kemajuan tingkat produktivitas kegiatan –
kegiatan di sector pertanian terhadap pembangunan ekonomi yang akan tercipta.
Analisis Ranis – Fei juga menunjukan
pengaruh dari pertambahan penduduk terhadap proses pertumbuhan ekonomi,
pengaruh system pasar terhadap interaksi di antara sector pertanian dan
industry dan jangka masa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar